Popular Posts
bahsul masail PB NU lengkap
jika INGIN file VERSI RAR LENGKAP BISA donlot DISINI
KEPUTUSAN BAHTSU AL-MASAIL SYURIYAH
NU WILAYAH JAWA TIMUR
DI PP NURUL JADID PAITON PROBOLINGGO
TGL 15-16 DZULHIJJAH 1399 H / 5-6
NOPEMBER 1979 M
Mas’alah
Pada saat ini banyak kegiatan arisan
uang atau barang. Dalam perkembangannya terjadi suatau cara sebagai berikut :
A, B, dan C berarisan, A mendapat
giliran menerima arisan tetapi ridlo haknya diterima oleh B yang juga anggota
arisan, namun belum menerima arisan/giliran. Penyerahan hak secara suka rela
dibarengi ganti rugi semacam jual beli hak, umpamanya :
Arisan sepeda motor memberi ganti rugi
sebanyak Rp.15.000,- atau Rp. 25.000,-
Arisan uang sebesar Rp. 100.000,-
memberi ganti rugi sebanyak Rp. 10.000,- sampai dengan Rp. 15.000,- sedangkan B
masih punya hak giliran di lain waktu.
Pertanyaan :
Bernama
aqad apakah pergantian semacam ini?
Jawab :
Ala sabili al ihtiyat (menurut
pendapat yang berhati-hati) aqad semacam itu termasuk aqad Qardlu jarro Naf’an
(hutang dengan menarik keuntungan) yang hukumnya tidak boleh (haram) kecuali
jika tidak ada janji dalam aqad (Fu al-sulbi al-aqdi).
Boleh dengan nama bai’ul Istihqoq.
Dasar pengambilan :
1. Bughyatu Al-Mustarsyidin hal,
13
إِذِ اْلقَرْضُ الفَاسِدُ المُحَرَّمُ هُوَ اْلقَرْضُ
المَْشْرُوْطُ فِيْهِ النَّفْعُ لِلْمُقْرِضِ, هَذَا اِنْ وَقَعَ فِي صُلْبِ القد،
فان تواطأ عليه قبله ولم يذكر في صلبه او لم يكن عقد جاز مع الكراهة كسائر حيل
الربا الواقعة لخير غرض شرعي.
Artinya:
Aqad
utang piutang yang fasid (rusak) dab haram ialah menghutangi dengan janji pihak
yang menghutangi mendapat keuntungan hal ini (haram) bila syarat tersebut masuk
(ikut) dalam isi transaksi, jika syarat mendapat keuntungan itu berketepatan
pada waktu sebelum terjadi transaksi dan waktu transaksi tidak menyebut-nyebut
janji keuntungan bagi yang menghutangi, atau sama sekali tidak ada transaksi, maka
hukumnya boleh disertai makruh sperti makruhnya segala rekayasa riba yang
terjadi bagi selain tujuan syara’.
2. I’anatu Al Tholibin, III : 20
(قوله:
ومنه ربا القرض) أي ومن ربا الفضل: ربا القرض، وهو كل قرض جر نفعا للمقرض، غير نحو
رهن. لكن لا يحرم عندنا إلا إذا شرط في عقده، كما يؤخذ من تصويره الآتي، ولا يختص
بالربويات، بل يجري في غيرها، كالحيوانات والعروض.
Artinya:
(
Diantaranya ialah riba qordi ) artinya: termasuk bagian dair riba fadli ialah
qordli, yaitu setiap menghutangi yang mengambil untung/ manfaat bagi yang
menghutangi, selain aqad gadai dan sesamanya haram, hal itu tidak haram menurut
kita, kecuali jika keuntungan itu di ucapkan/di isyaratkan pada waktu transaksi
(maka hukumnya haram),…….
3. Al-Bajuri, I : 344
لم يكن هناك عقد – كمالو باع معاطاة وهو الواقع في أيامنا
لم يكن ربا وان كان حراما لكن أقل من حرمة الربا.
Artinya:
Jika
disana (dalam syarat) tidak terjadi aqad (transaksi) seperti pada waktu jual
beli dengan mu’athoh ( memberikan tanpa bicara), seperti yang terjadi saat ini,
itu bukan riba, jika terjadi keharoman maka lebih sedikit dari pada keharoman
riba.
4. Fatawi Kubro, III : 23
والذي صرح به الأصحاب أن كل ما ابطل شرطه القد لا يضر إضمار
نية فيه، وذكر صاحب الكافى أنه مع ذلك الإضمار هل يحل باطنا؟ وجهان قال : واصحهما
يحل لحديث عامل خيبر.
Artinya:
Sesuatu
yang telah dijelaskan oleh santrinya imam syafi’I : apabila sesuatu syarat yang
dapat membatalkan aqad (transaksi) itu tidak masalah, jika hanya tersimpan
dalam hati (tidak masuk aqad) shohibu al-kafi menjelaskan jika hal itu terjadi
( menyembunyikan syarat dalam hati) apakah transaksinya secara batin dianggap
halal? Ada dua pendapat, menurut yang ashoh adalah halal dengan dasar hadits
tentang pengelola tanah (Nabi) di Khoibar.
Mas’alah:
Bagaimana hukumnya orkes dan samroh
yang dipentaskan dimuka umum oleh kaum perempuan atau laki-laki dengan
menampilkan cerita Nabi-nabi atau menari-nari?
Jawab:
Hukumnya
haram. Adapun samroh dan orkes, yang pementasannya dan menari didalamnya tidak
terdapat mungkarat, maka hukumnya mubah. Sedangkan mungkarat yang dimaksud
diantaranya:
Dasar Pengambilan Dalil:
- Al-Fiqhu ala Madzahibi Al-Arbaah, IV : 9
والمختر أن ضرب الدف ولأغانى التى ليس فيها ماينافى الآداب
جائز بلاكراهة مالم يشتمل كل ذلك على مفاسد كترج النساء الأجنبيات في العرس
وتهتكهن أمام الرجال والعريس ونحو ذلك والاحرم.
Artinya:
Menurut
qoul yang muhtar (terpilih) sesungguhnya memukul rebana melantunkan lagu-lagu
yang tidak sampai meniadakan adab-adab adalah boleh, tidak makruh, selama tidak
mengandung mafasid (kerusakan) seperti penampilan perempuan (mejeng) dihadapan
laki-laki, dalam resepsi pernikahan dan memukaunya perempuan dihadapan
laki-laki,resepsi pernikahan dan sesamanya,
kalau tidak berarti haram.
- Mirqotu Al-Suud (syarah sulamun At-Taufiq)
زمن معاصى الرجل ( التبختر فى المشي ) كالتمايل او تحريك
اليدين على غير هيئة معتدلة او نحو ذلك.
Artinya:
Termasuk
maksiatnya kaki adalah ( sombong dalam berjalan) seperti lenggak-lenggok, atau
menggerak-gerakkan tangan pada selain kondisi kebiasaan (kesederhanaan) atau
sesamanya.
- Is’adu Al-Rofiq, I : 55
أتى بما يعد نقصا فى نفس رسول الله صلى الله عليه وسلم او
نبي من الأنبياء المجمع عليهم حلقا وخلقا او فى نسبه كان يقول إنه عليه الصلاة
والسلام ليس من قريش او فى صفة من صفاته.
Artinya:
Mendatangkan
sesuatu yang dapat mengurangi (merendahkan) martabat Nabi Muhammad Saw. Atau
salah satu dari Nabi yang telah disepakati oleh ulama, tentang kenabiannya,
seperti menghina tubuh, akhlaq atau Nasabnya, seperti mengatakan sesungguhnya
Nabi Muhammad Saw. Bukan keturunan Quraisy, atau menghina dalam agama atau
sifat_Nya. (semua hukumnya haram).
- Al-Fatawi Kubro, I : 203
- Sulamu at-taufiq, hal: 13
Mas’alah:
- apakah imam Daud al-Dzohiri termasuk ahli sunnah wal jama’ah? Jika termasuk ahli sunah wal jama’ah, bolehkah bagi kita megamalkan madzabnya dalam nikah tanpa wali dan saksi? Apakah wajib had terhadapap orang yang melakukan bersetubuh dengan cara nikah menurut madzab Daud tersebut?
Jawab:
Imam
Daud Dzoriri termasuk ahli sunnah waljama’ah. Adapun nikah mengikuti madzabnya
dengan tanpa wali dan saksi hukumnya tidak boleh.
Dasar Pengambilan Dalil:
- Al-Farqu Baina Al-Firoq, hal: 48.
ودخل هذه الجملة ( اى أهل السنة والجماعة ) جمهور الأمة
وسوادها الأعظم من أصحاب مالك والشافعي وابى حنيفة والأوزاعى والثورى وأهل الظاهر.
Artinya:
Masuk
dalam golongan ini ( ahli sunnah waljama’ah) ialah : pembesar-pembesar imam,
dan kelompok-kelompok mereka yang mayoritas, dari beberapa shabat/santrinya
imam malik, imam syafi’I imam Auza’I, Sufyan Atsauri dam Ahli Al-Dzohiriyah (
Dawud Al-Dzohiriyah).
- Bughyatu al-Mustarsyidin, hal: 8
(
مسألة شٍ ) نقل ابن الصلاح الإجماع على أنه لايجوز تقليد غير الأئمة الأربعة اى
حتى العمل لنفسه فضلا عن القضاء والفتوى لعدم الثقة بنبستها لأربابها بأسانيد تمنع
التحريف والتبديل كمذهب الزيدية المنسوبين الى الإمام زيد بن على بن الحسين البسط
رضوان الله عليهم.
Artinya:
(masalah
syin) imam ibnu sholah manukil ijma’ sesungguhnya tidak boleh taqlid/mengikuti
selain kepada imam empat artinya sampai amal untuk dirinyapun tidak boleh.
Apalagi untuk menghukumi, menfatwakan, karena tidak dapat dipertanggung
jawabkan nisbatnya pada pemiliknya, dengan jalan yang mencegah, merubah dan
mengganti, seperti madzab zaibidiyah yang dinisbatkan kepada imam zaid bin ali
bin husain yang jadi cucu Rasul Ra.
- Tuhfatu Al-Murid Syarah Jauharu At_tauhid, hal: 90
ولايجوز تقايد غيرهم اى الأئمة الأربعة ولو كان من اكابر
الصحابة لأن مذاهبهم لم تدون ولم تضبط كمذاهب هؤلآء لكن جوز بعضهم ذلك في غير
الإفتاء.
Artinya:
Tidak
boleh taqlid kepada selain mereka yaitu imam –imam empat meskipun dari
pembesar-pembesar sahabat Rasul. Karena madzab mereka tidak dikodifikasikan
(tidak dikukuhkan) dan tidak dibuat pedoman seperti madzab-madzab mereka (imam
empat); namun sebagian ulama’ ada yang memperbolehkan asal tidak untuk
difatwakan.
- Mizan Al-Kubro, I : 50
- Al-Fawaidu Al-Janiyah, II : 204
- Fiqhu Islam oleh Syekh al_katib
- Tanwirul Qulub : 408
Adapun orang yang bersetubuh dari
nikah ala madzab Daud Al-Dzohiri tersebut menurut qoul mu’tamad wajib di had.
Dasar Pengambilan Dalil:
- Fatawi Kubro, II : 107
(
وسئل) هل يجوز عقد النكاح تقليدا لمذهب داود من غير ولى ولا شهودا اولا، واذا وطئ
فهل يحد اولا .... الى ان قال فاجاب بقوله لايجوز تقليد داود فى النكاح بلا ولى
ولاشهود، ومن وطئ فى نكاح خال عنهما وجب عليه حد الزنا على المنقول المعتمد.
Artinya:
(
ibnu hajar ditanya) apakah boleh aqad nikah dengan tanpa wali dan saksi,
mengikuti pendapat Dawud al-dzohiri? Dan ketika dia wati’ (hubungan badan)
apakah terkena hukum had atau tidak ? dst. S/d…. ibnu hajar menjawab : tidak
boleh mengikuti pendapat Dawud al-dzohiri dalam nikah tanpa wali dan saksi,
barang siapa wati’ (berhubungan badan) atas nikah tanpa wali dan saksi wajib
baginya di had (hukuman) seperti hukuman bagi pelaku zina sesuai pendapat yang
mu’tamad.
- Kasyifatu al-Saja : 27
KEPUTUSAN BAHTSU AL-MASAIL SYURIYAH NU
WILAYAH JAWA TIMUR
DI PP. SALAFIYAH SUKOREJO ASEMBAGUS
TGL 16-17 JUMADIL ULA 1400 H/ 2-3 APRIL 1980 M
Mas’alah:
- Ada seorang pembeli sapi seharga Rp. 100.000, lalu dipeliharakan kepada orang lain dengan perjanjian : kalau nantinya sapi tersebut dijual, maka keuntungannya dibagi diantara pemilik sapi dan pemeliharanya. Kalau sapi tersebut betina lalu dalam perjanjian ditetapkan untuk membagi hasil anak sapi tersebut bila sudah beternak. Tetapi pemilik sapi tersebut bila suatu waktu ingin menjualnya sapi dalam keadaan belum berternak dan bagi hasil, tetap dilakukan dalam mas’alah yang pertama. Yang dimas’alahkan, hal tersebut termasuk aqad apa? Dan hukumnya sah atau tidak?
Jawab:
Apabila
yang dijanjikan itu adalah membagi keuntungan dari hasil penjualan (ribhi),
maka hal itu termasuk qirod fasid, menurut ulama Tsalasah. Apabila yang
dimaksud menyewa orang, dengan ongkos membagi hasil, maka dinamakan ijaroh
fasidah, yang mempunyai sapi wajib memberi ongkos misil (umum) kepada orang
tersebut (amil).
Dasar Pengambilan Dalil:
- Al-Muhadzab I : 392
فصل : وَلاَ يَصِحُ ( القِراَضْ ) إِلاَّ عَلَى
اْلأَثْماَنِ وَهِيَ الدَّراَهِمُ وَالدَّناَنِيْرُ فَأَماَّ ماَ سِواَهُماَ مِنَ
الْعُرُوْضِ وَالْعَقاَرِ وَالسَّباَئِكَ وَالْفُلُوْسِ فَلاَ يَصِحُ القِراَضُ
عَلَيْهاَ.
Artinya:
(
fasal ) : tidak sah Qirodl ( bagi hasil ) kecuali atas atsman ( yang bernilai )
yaitu, Dirham dan Dinar, adapun selain keduanya, seperti : benda, tanah, barang
produksi, fulus (uang logam) maka tidak sah Qirodl (bagi hasil) atasnya.
- Al-Mizan, II : 88
قَالَ وَأَمَّا مَااخْتَلَفُوْا فِيْهِ ( القِرَاضِ )
فَمِنْ ذَلِكَ قَوْلُ مَالِكَ وَالشَّافِعِىِّ وَأَحْمَدَ : إِنَّهُ لَوْأَعْطَاهُ
سِلْعَةً وَقَالَ لَهُ بِعْهَا وَاجْعَلْ ثَمَنَهَا قِرَاضاً فَهُوَ قِراَضٌ
فاَسِدٌ مَعَ قَوْلٍ أَبِلا حَنِفَةَ إِنَّهُ قِراَضٌ صَحِيْحٌ، فاَلأَوَّلُ
مُشَدَّدٌ وَالثَّانِ مُخَلَّفٌ.
Artinya:
Adapun
permasalahan yang dipertentangkan (Qirodl/bagi hasil) diantaranya pendapat imam
malik, imam syafi’i dan imam ahmad : sesungguhnya bila seseorang memberikan
harta benda dan berkata kepada penerimanya “ juallah ini dan hasilnya kau
jadikan Qirodl”, maka itu dinamakan Qirodl fasid (bagi hasil yang rusak).
Pendapat yang pertama adalah pendapat yang berat sedangkan yang kedua, adalah
pendapat yang ringan.
Aqad
tersebut tidak sah, sebab anak sapi itu bukan dari pekerjaan pemeihara
tersebut.
Dasar Pengambilan Dalil:
- Al-Bujairimi ala iqna’ III : 115
(
تَنْبِيْهٌ ) لوأعطى آخردابة ليعمل عليها أوليتعهدها وفوائدهالم يصح العقد، لأنه
فى الأولى إيجار لدابة فلا حاجة إلى إيراد عقد عليها فيه غرر. والثانى الفوائد
لاتحصل بعمله ولوأعطاها ليعملها من عنده بنفص درها ففعل ضمن له المالك العلف وضمن
الآخر للمالك نصف الدار، وهو القدر المشروط له لحصله بحكم بيع فاسد. ولايضمن
الدابة لأنهاغير مقابلة بعوض. وان قال لتعلفها بنصفها ففعل فالنصف المشروط مضمون
على العالف لحصوله بحكم الشراء الفاسد دون النصف الآخر.
Artinya:
(peringatan)
jika seseorang memberikan hewan piaraanya kepada orang lain agar dipekerjakan,
atau untuk dipelihara, dan hasilnya dibagi antara keduannya, maka aqad tersebut
tidak sah. Karena pada contoh yang pertama menyewakan hewan, maka tidak ada
hajat (tidak perlu) mendatangkan aqad lagi atas hewannya yang dapat mengandung
ghoror/penipuan. Yang kedua, hasil dari hewan piaraan, itu bukan pekerjaan.
Seandainya seseorang memberikan hewan
piaraannya kepada orang lain untuk dipekerjakan untuk dirinya dengan upah ½
dari hasil susu hasil perahnya, kemudian dipekerjakan oleh orang lain tersebut,
maka pemilik hewan harus mengganti biaya pemeliharaan ( memberi makan hewan)
dan pekerja harus mengganti kepada pemilik atas ½ dari hasil susu perahnya.
Pengganti itu karena sudah hasil ukuran yang dijanjikan, dan telah terjadi dengan
hukum jual beli yang rusak. dan tidak perlu mengganti rugi hewan piaraan,
karena itu tidak ada kesesuaian ganti rugi.
Jika pemilki dalam menyerahkan hewan
mengatakan untuk diramut (diberi makan) dengan ongkos separo hasilnya, kemudian
dilaksanakan oleh penerima (pemelihara), maka separo yang dijanjikan menjadi
tanggungan pemelihara, karena dianggap terjadi hukum pembeliaan yang fasid
(rusak) bukan separo yang lain.
- Tuhfatu Al-Habib ala syarhi al-iqna, III : 179
وَلَوْ قَالَ شَخْصٌ لآخَرَ سَمَّنْ هَذِهِ الشَّاةَ وَلَكَ
نِصْفُهاَ أَوْ هاَتَيْنِ عَلىَ أَنَّ لَكَ إِحْداَهُماَ لَمْ يَصِحَّ ذَلِكَ
وَاسْتَحَقَّ أُجْرَةَ المِثْلِ لِلنَّصْفِ الذِّى سَمَنَّهُ لِلْماَلِكِ.
Artinya:
Apabila
ada orang berkata kepada orang lain : gemukkan kambing ini ! kamu saya beri
komisi separo dari laba penjualan, atau berkata : gemukkan dua kambing ini!
Kamu saya beri yang satu, maka tidak sah. Dan ia mendapat ongkos misil (umum),
sedang hasilnya semua dimiliki yang punya kambing.
- Nihayatu Al-Zein, hal. 261
Mas’alah:
- Apakah kitab fiqhus sunnah dapat dipakai pedoman tahkim, seperti kita kitab fiqih lainnya yang mu’tamadad?
Jawab:
Tidak dapat digunakan
sebagai pedoman tahkim, kitab tersebut hanya dipakai sebagai penguat atau
pelengkap hukun-hukum yang berlandaskan salah satu madzab empat bagi orang yang
sudah mumarosahlil madzahibil arba’ah.
Dasar Pengambilan Dalil:
- Bughyatul Mustarsyidun, hal. 7
ونقل ابن صلاح عن الإجتماع أنه لايجوز تقليد غير الأئمة
الأربعة الى ان قال ومن افتى بكل قول او وجه من غير نظر الى ترجيح فهو جاهل خارق
للإجماع.
Terjemah:
Ibnu
sholah menukil dari ijma’ (kesepakatan para ulama’) sesungguhnya tidak boleh
taqlid (mengikuti) pada selain imam empat. S/d kata-kata …. Barang siapa
memberi fatwa dengan pendapat atau wajah (kasus hukum) dengan tanpa memandang atas
tarjih (yang unggul) maka ia bodoh dan menentang terhadap ijma’/kesepakatan
para ulama’.
Mas’alah:
Shalat
rebo wekasan dan rangkainnya, bagaimana hukumnya menurut fuqoha dan menurut
ulama sufi?
Jawab:
Menurut
fatwa Roisul Akbar Almarhum Asyaikh Hasim Asy’ari tidak boleh. Shalat rebo
wekasan karena tidak masyru’ah dalam syara’ dan tidak ada dalil syar’I. adapun
fatwa tersebut sabagaimana dokumen asli yang ada pada cabang NU sidoarjo
sebagai berikut:
Mas’alah:
- Kados pundi hukumipun ngelampahi shalat rebo wulan shofar, kasebat wonten ing kitab mujarobat lan ingkang kasebat wonten ing akhir bab 18?
فائدة اخرى : ذكر بعض العارفين من اهل الكشف والتمكين أنه
ينزل كل سنة ثلاثمائة وعشرون ألفا من البليات وكل ذلك فى يوم الأربعاء الآخير من
شهر صفر فيكون فى ذلك اليوم أصعب ايام السنة كلها فمن صلى فى ذلك اليوم اربع ركعات
..... الخ.
فونافا ساهى فونافا أوون؟ يعنى سنة فونافا حرام؟ أفتونا
اثابكم الله؟
Terjemah:
Sebagian
orang yang ma’rifat dari ahli al-kasyafi dan tamkin menyebutkan: setiap tahun,
turun 320.000 cobaan. Semuannya itu pada hari rabu akhir bulan shafar. Maka
pada hari itu menjadi sulit-sulitnya hari di tahun tersebut. Barang siapa
shalat di hari itu 4 rokaat dst.
- Kados pundi hukumipun ngelampai shalat hadiyah ingkang kasebat wonten ing kitab:
حاشية المهى على الستين مسئلة وونتن آخريفون باب يلامتى ميت
وَنَصَّهُ: فَائِدَةٌ : ذَكَرَ فىِ نَزْهَةِ الْمَجاَلِسِ عَنْ كِتَابِ
الْمُخْتاَرِ وَمَطَالِعِ الاَنْواَرِ عَنْ النَّبِى صلى الله عليه وسلم لا
يَاْتِى عَلَى الْمَيَّتِ أَشَدُّ مِنَ اللَّيْلَةِ الأُلَى فَارْحَمُواْ
مَوْتَاكُمْ بِالصَّدَقَةِ فَمَنْ لَمْ يَجِدْ فَلْيُصَلِّ رَكْعَتَيْنِ يَقْرَأُ
فِى كُلِّ رَكْعَةٍ فِيْهِمَا فَاتِحَةِ الْكِتَابِ وَآيَةِ الْكُرْسِيِّ
وَإِلَهُكُمْ ... وَقُلْ هُوَاللهُ أَحَدْ اِحْدَى عَشْرَةَ مَرَّةً وَيَقُولُ :
الّلهُمَّ إِنِّى صَلَّيْتُ هَذِهِ الصَّلاةَ وَتَعْلَمُ مَااُرِيْدُ. اللهم
ابْعَثْ ثَواَبَها اِلَى قَبْرِ فُلان فَيَبْعَثُ الله مِنْ سَاعَتِهِ اَلَى
قَبْرِهِ اَلْفَ مَلِكِ مَعَ كُلِّ مَلِكِ نُوْرٌ هَدِيَّةً يُؤَنِّسُوْنَةُ فِى
قَبْرِهِ اِلَى اَنْ يُنْفَخَ فِى الصُّوْرِ وَيُعْطِىْ اللهُ المُصَلَّى بِعَددِ
مَاطَلَعَتْ عَلَيهِ الشَّمْسُ أَلْفَ شَهِيْدٍ وَيُكْسِى أَلْفَ حُلَّةٍ.
اِنْتَهَى وَقَدْ ذَكَرَنَا هَذِهِ الْفَائِدَةُ لِعُظْمِ نَفْعِهَا وَخَوْفاً
مَنْ ضِيَاعِهاَ، فَيَنْبَغِى لِكُلِّ مُسْلِمٍ اَنْ يُصَلِّيْهَا كُلِّ لَيْلَةٍ
لأَمْواَتِ الْمُسْلِمِيْنَ.
جواب:
بسم الله الرحمن الرحيم وبه نستعين على امور الدنيا والدين
وصلى الله على سيدنا محمد وعلى اله وصحبه وسلم.
أورا وناع فيتواه, اجاء-اجاء لن علاكونى صلاة ربو وكاسان لن
صلاة هدية كاع كاسبوت اع سوال, كرنا صلاة لورو ايكو ماهو دودو صلاة مشروعة فى
الشرع لن اور انا اصلى فى الشرع. والدليل على ذلك خلو الكتب المعتمدة عن ذكرها كيا
كتاب تقريب, المنهاج القويم, فتح المعين, التحرير لن سأفندوكور. كيا كتاب النهاية,
المهذب لن إحياء علوم الدين, كابيه ماهو اورا انا كع نوتور صلاة كع كاسبوت.
ومن المعلوم انه لوكان لها أصل لبادروا إلى ذكرها وذكر
فضلها, والعادة تحيل ان يكون مثل هذه السنة, وتغيب عن هؤلاء وهم أعلم الدين وقدوة
المؤمنين. لن اورا وناع اويه قيتواه أتوا عافيك حكوم ساكا كتاب مجربات لن كتاب
نزهة المجالس. كتراعان سكع حواشى الأشباه والنظائر للإمام الحمدى قال : ولا يجوز
الإفتاء من الكتب الغير المعتبرة, لن كتراعان سكع كتاب تذكرة الموضوعات للملا على
القارى : لا يجوز نقل الأحاديث النبوية والمسائل الفقهية والتفاسير القرانية إلا
من الكتب المداولة ( المشهورة) لعدم الإعتماد على غيرها من ودع الزنادقة وإلحاد
الملاحدة بخلاف الكتب المحفوظة. انتهى لن كتراعان سكع كتاب تنقيح الفتوى الحميدية
: ولا يحل الإفتاء من الكتب الغريبة. وقد عرفت ان نقل المجربات الديربية وحاشية
الستين لاستحباب هذه الصلاة المذكورة يخالف كتب الفروع الفقهية فلا يصح ولا يجوز
الإفتاء بها. لن ماليه حديث كع كاسبات وونتن كتاب حاشية الستين فونيكا حديث موضوع.
كتراعان سكع كتاب القسطلانى على البخارى : ويسمى المختلف الموضوع ويحرم روايته مع
العلم به مبينا والعمل به مطلقا. انتهى
قال فى نيل الأمانى : ويحرم روايته أى على من علم او ظن انه
موضوع سواء كان فى الأحكام أو فى غيرها كالمواعظ القصص والترغيب إلا مع بيان وضعه
لقوله صلى الله عليه وسلم : من حدث عنى يرى انه كذب فهو أحد الكذابين وهو من
الكبائر حتى قال الجوينى عن أئمة أصحابنا يكفر معتمده ويراق دمه. والجمهور انه لا
يكفر إلا إن ستحله وانما يضعف وترد روايته أبدا, بل يختم ..... انتهى. وليس لأحد
أن يستبدل بما صح عن رسول الله صلى الله عليه وسلم انه قال : الصلاة خير موضوع فمن
شاء فليستكثر ومن شاء فليستقلل, فان ذلك مختص بصلاة مشروعية سكيرا اورا بيصا تتف
كسنتانى صلاة هدية كلوان دليل حديث موضوع, موعكا اورا بيصا تتف كسنتانى صلاة ربو
وكاسان كلوان دليل داووهى ستعاهى علماء العارفين, مالاه بيصا حرام, سباب ايكى بيصا
تلبس بعبادة فاسدة. والله سبحانه وتعالى أعلم.
(هذا جواب الفقير اليه تعالى محمد هاشم أشعارى جومباع)
Terjemah:
Disebutkan
dalam nazhatil majalis dari jitab al-muhtar wa matholi’ul anwar. Dari Nabi Saw,
tidak datang pada mayit hal yang lebih berat kecuali pada malam pertama. Maka
belasilah mereka dengan shodaqoh. Barang siapa yang tidak punya, maka shalatlah
2 rokaat, setiap rokaat membaca fatiha, ayat qursi dan surat al-haakumu
al-takasasur….dan qulhuallahuahad 11 kali, dan berdoa ya Allah saya shalat ini,
engkau mengetahui apa yang saya kehendaki
ya Allah kirimkanlah pahala shalatku ini kepada kuburan fulan bin fulan.
Maka Allah akan mengirimkan saat itu juga 1000 malaikat ke kuburan fulan dan
setiap malaikat membawa nur sebagai hadiyah yang menghibur dikuburnya, sampai
terompret di tiup ( hari kiamat ) dan bagi orang yang melakukan shalat tersebut
akan diberi pahala dengan pahala orang yang mati syahid sebanyak benda yang tersinari
matahari, dan akan diberi pakaian perhiasan sebanyak 1000 macam. Telah saya
sebutkan ini karena sengat besar manfaatnya dan takut tersia-sia. Maka
sebaiknya, bagi setiap orang muslim untuk melakukan shalat tersebut pada setiap
malam untuk kemanfaatan orang islam yang sudah mati.
Mas’alah:
- Bagaimana hukumnya membaca doa dengan bahasa Indonesia (‘ajam) di dalam shalat?
Jawab:
Hukumnya tafsil sbb:
Apabila do’a/adzkar tersebut termasuk
rukun shalat, maka wajib membaca terjemahannya bagi orang yang tidak mampu
berbahasa arab (ajiz).
Apabila do’a/adzkar tersebut bukan
termasuk rukun shalat dan do’a itu ma’tsuroh/mandubah, maka sah sholatnya bagi
orang yang memang ajiz.
Apabila do’a/adzkar tersebut tidak
ma’tsuroh (mengarang sendiri), maka sholatnya batal secara mutlaq (baik ajiz
atau bukan).
Dasar Pengambilan Dalil:
- Mughni al-muhtaj, I : 177
(
وَمَنْ عَجَزَ عَنْهُمَا ) أَيْ : التَّشَهُّدِ وَالصَّلَاةِ عَلَى النَّبِيِّ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، وَهُوَ نَاطِقٌ،(تَرْجَمَ ) عَنْهُمَا
وُجُوبًا ؛ لِأَنَّهُ لَا إعْجَازَ فِيهِمَا .
أَمَّا الْقَادِرُ فَلَا يَجُوزُ لَهُ تَرْجَمَتُهُمَا ،
وَتَبْطُلُ بِهِ صَلَاتُهُ ( وَيُتَرْجِمُ لِلدُّعَاءِ ) الْمَنْدُوبِ (
وَالذِّكْرِ الْمَنْدُوبِ ) نَدْبًا كَالْقُنُوتِ وَتَكْبِيرَاتِ الِانْتِقَالَاتِ
وَتَسْبِيحَاتِ الرُّكُوعِ وَالسُّجُودِ ( الْعَاجِزُ ) لِعُذْرِهِ ( لَا
الْقَادِرُ ) لِعَدَمِ عُذْرِهِ ( فِي الْأَصَحِّ ) فِيهِمَا. أَمَّا غَيْرُ
الْمَأْثُورِ بِأَنْ اخْتَرَعَ دُعَاءً أَوْ ذِكْرًا بِالْعَجَمِيَّةِ فِي
الصَّلَاةِ فَلَا يَجُوزُ. انتهى
- Al-Turmusi, II : 175
- Al-Majmu’ syarhu Al-Muhadzab, II : 129
- Al-Jamal ‘ala Fathu Al-Wahab, I : 350
- Al-Mahali, I : 168
- Minhaju Al-Qowwim, : 44
- Tuhfah, II : 79
- Bujairimi, II : 68-69
Mas’alah:
- Bilamana hari raya bertepatan dengan hari jum’at bolehkah bagi seorang bagi seorang Alim memberikan keterangan bahwa pada hari tersebut boleh meninggalkan shalat jum’at tapi hanya shalat dhuhur, dimana hal tersebut mengakibatkan kekosongan syia’ar islam atau bisa menimbulkan kericuhan bagi masyarakat islam?
Jawab:
Memberikan
keterangan /fatwa yang bisa menimbulkan masyarakat menjadi tasahul fiddin
(meremahkan agama) tidak boleh.
Dasar Pengambilan Dalil:
- Bughyatu Al-Mustarsyidin, 5-7
لا يحل لعالم ان يذكر مسئلة لمن يعلم انه يقع بمعرفتها فى تساهل فى الدين ووقوع فى مفسدة,
ويحرم على المفتى التساهل
Terjemah:
Tidak boleh bagi seorang Alim untuk menyebutkan mas’alah bagi orang
yang dia ketahui bahwa setelah mengetahui mas’alah tersebut ia akan
meremehkan/mempermudah urusan agama dan melakukan perbuatan mafsadah dan
diharamkan bagi seorang mufti untuk mempermudah/gegabah dalam urusan fatwa.
Mas’alah:
- Apakah setiap mukmin itu muslim dan sebaliknya?
Jawab:
Secara
syar’i setiap mukmin itu muslim demikian pula sebaliknya tetapi kalau dilihat
mafhumnya lafadz (menurut bahasa) memang tidak sama.
Dasar Pengambilan Dalil:
- Dalilu Al-Falihun syara Riyadu al-sholihin, I : 216-218
(أَخْبِرْنِى
عَنِ اْلِإسْلَامِ) هُوَ الإِيْمَانُ لاِعْتِبَارِ التَّلاَزُمِ بَيْنَ
مَفْهُوْمِهِماَ شَرْعاً، فَلاَ يُعْتَبَرُ فِى الخَارِجِ اِيْمَاناً شَرْعاً
بِلاَ اِسْلاَمٍ وَلاَ عَكْسُهُ، مُتَّحِداَنِ ماَصَدَقاً فِى الشَّرْعِ
مُخْتَلِفَانِ مَفْهُوْماً ، فَكُلُّ مُؤْمِنٍ شَرْعاً مُسْلِمٍ مُؤْمِنٍ.
فَماَدَلَّ عَلَيْهِ حَدِيْثٌ جِبْرِيْلَ مِنِ اخْتِلاَفِهِماَ هُوَ بِاعْتِباَرِ
المَفْهُوْمِ، إِذْ مَفْهُوْمُ الاِسْلاَمِ الشَّرْعِىِّ الاِنْقِياَدُ
باِلأَفْعاَلِ الظَّاهِرةِ الشَّرْعِيَةِ، والإِيْماَنُ الشَّرْعِىُّ
التَّصْدِيْقُ بِالقَواَعِدِ الشَّرْعِيَةِ عَلىَ أَنَّهُ قَدْ يَتَّوَسَعُ
الشَّرْعُ فِيْهِماَ فَيَسْتَعْمِلُ كُلَّ واَحِدٍ مِنْهُماَ فِى مَكاَنِ الآخَرِ
كَإِطْلاَقِِ الإِيْماَنِ عَلىَ الأَعْماَلِ الظَّاهِرَةِ فِى حَدِيْثِ :
الإِيْماَنُ بِضْعٌ وَسَبْعُوْنَ بَاباً أَذْناَهاَ إماَطَةُ الأَذَى عَنِ
الطَّرِيْقِ، ....الحديث.
Terjemah:
(Beritahuakan kepada kami tentang Islam) yaitu iman karena memandang
kaitan erat antara pemahaman keduanya secara syara’, maka tidak dianggap
beriman dalam kenyataan syara’ apabila tidak Islam dan tidak juga sebaliknya,
keduanya sama dalam esensinya secara syara’ dan berbeda dalam artian pemahaman
keduanya, maka setiap mukmin secara syara’ adalah muslim begitu pula setiap
muslim adalah mukmin, maka apa yang ditunjukkan oleh hadist Jibril tentang
perbedaan antara keduanya adalah melihat arti pemahaman, karena pemahaman Islam
secara syara’ adalah tunduk dengan
pengalaman lahir secara syari’ah, iman menurut syara’ ialah membetulkan dalam
hati terhadap qaidah-qaidah syari’ah dengan arti bahwa iman itu terkadang
syara’ mengartikan secara luas pada dua pengertian (tunduk atas
amalan/perbuatan yang dhohir/yang batin). Maka dipakailah setiap satu dari
keduanya pada tempat yang lain. Seperti pemakaian kata iman untuk perbuatan
yang dhohir dalam hadist: iman itu lebih dari 70 bab yang paling ringan adalah
menyingkirkan duri di jalan (Al-Hadist)
وفى صحيفة 219 مانصه : ( تَنْبِيْهٌ ) الإِسْلاَمُ لَهُ فِى
الشَّرعِ اِطْلاَقاَتُهُ يُطْلَقُ عَلَى الأَعْماَلِ الظَّاهِرَةِ كَماَفِى
الحَدِيْثِ، وَعَلَى الإِسْتِسْلاَمِ وَالإِنْقِياَدِ، وَالتَّلاَزُمُ بَيْنَهُ
وَبَيْنَ الإِيْماَنِ اِعْتِباَراً لما صُدِقَ شَرْعاً اِنَّما هو بِاعتِبارِ
المَعنىَ الأَوَّلِ فَالإِيْمانُ يَنْفَكُّ عَنْهُ، اِذْ قد يوجد التصديق
والإستسلام الباطنى بدون الأعمال المشروعة أما الإسلام بمعنى الأعمال المشروعة
فلايمكن أن ينفك عنه الإيمان لإشتراطه لصحتها، وهي لاتشترط لصحته خلافا للمعتزلة.
انتهى
Terjemah:
(peringatan) Islam menurut syara’ adalah pengertiannya diartikan
atas beberapa perbuatan yang dzohir, sebagaimana dalam hadist pengertian
penyerahan diri menyanggupi (manut), talazum (saling terkait) diantara islam
dan iman, memandang pengertian yang kedua, sedang bila memandang pada
pengertian yang pertama maka iman itu bisa lepas dari islam, karena terkadang
dijumpai keyakinan dan penyerahan diri secara batin dengan tanpa perbuatan yang
dilakukan. Adapun Islam dengan pengertian perbuatan yang dilaksanakan itu tidak
mungkin terlepas dari iman, karena syarat sahyna amal/perbuatan adalah harus
islam. Dan iman tidak menjadi syarat sahya perbuatan/amal, berbeda dengan
pandangan kaum mu’tazilah.
KEPUTUSAN BAHTSU AL-MASAIL SYURIYAH
NU WILAYAH JAWA TIMUR
DI
PP QOMARUDDIN BUNGAH GRESIK
Mas’alah :
- Kebanyakan buruh tani dimusim tanam jagung mengambil bibit dari malikul ardl (pemilik tanah) dalam satu hektarnya satu blek jagung kurping dengan syarat bilamana berhasil tanamnya, burh tersebut harus mengembalikan jagung kulitan seribu biji kepada malikul ardl sebelum dibagi hasil. Kemudian barulah dibagi hasil antara buruh dan malik, seribu biji itu bila dikurping akan lebih baik daripada satu blek tadi. Apakah aqad tersebut boleh atau tidak?
Jawab :
Akad tersebut adalah aqad yang fasid. Kemudian aqad seperti itu agar
bisa menjadi muamalah shohihah hendaknya dilaksanakan sebagai berikut :
Dilaksanakan perjanjian pembagian hasil antara malik dengan amil,
dimana bibit dari malik. Sedangkan pembagina hasilnya dilakukan ala juz’il
ma’lum (bagian pasti) dengan memperhitungkan biaya yang dikeluarkan oleh malik,
baik itu untuk bibit maupun untuk lain-lain, sehingga dengan demikian aqad
tersebut menjadi aqad muzaro’ah shohihah.
Dasar pengambilan :
- Fathu Al-Qorib : 38
(واذا
دفع) شخص ( الى رجل أرضا ليزعها وشرط له جزأ معلوما من ريعها لم يجز) ذلك لكن
النواوى تبعا لابن المنذر اختار جواز المخابرة وكذا المزارعة وهي عمل العامل فى
الارض ببعض مايخرج منها والبذر من المالك.
Terjemah :
Ketika seseorang memberikan tanah kepada orang lain
agar ia mengolah (menanaminya) dan pemberi menjanjikan bagian yang pasti
(jelas) dari hasilnya maka itu tidak boleh. Namun Imam An Nawawi mengikuti Imam
Ibnu Mundzir memilih hukum boleh (jawaz) terhadap mukhobaroh dan muzaro’ah.
Muzaro’ah adalah seseorang menggarap tanah dengan bagi hasil dari perolehan
(panen) sedangkan benih dari pemilik tanah, mukhobaroh yaitu sama dengan
muzaro’ah tetapi benih dari penggarap tanah.
Mas’alah :
- Pada masa sekarang ini kebanyakan dokter mengobati luka-luka yang ada didalam anggota wudlu dengan plester (jabiroh) yang tidak boleh dibuka sebelum sembuh, sedang pemakaiannya pada waktu hadast (tidak suci)
Kalau menurut kitab Kifayatul Akhyar Juz 1 hal 38
syarat-syaratnya berat, yakni :
a.
Harus
dalam keadaan suci
b.
Pemasangan
harus menurut tertibnya anggota yang dibasuh ketika wudlu
c.
Banyaknya
tayamum berulangkali menurut jumlah jabiroh didalam anggota wudlu
d.
Banyaknya
tayamum berulangkali menurut jumlah jabiroh didalam anggota wudlu.
Pertanyaan:
Apakah ada qoul ringan, misalnya:
- Pemasangan boleh pada saat hadats
- Boleh tayamum setelah usai wudlu
- Bertayamum hanya satu kali saja walaupun jabirohnya lebih dari Saturday
Jawab:
Ada pendapat yang
ringan seperti yang tertera dalam kitab sbb:
- Al-Mizan, I : 135
ومن ذلك قول الإمام الشافعى – من كان بعضو من أعضائه جرح
اوكسر او قروح والصق عليه جبيرة وخاف من نزعها التلف انه يمسح على الجبيرة وتيمم
مع قول أبى حنيفة ومالك انه ان كان بعض جسده صحيحا وبعضه جريحا ولكن الأكثر هو
الصحيح غسله وسقط حكم الجريح ويستحب مسحه بالماء. وان كان الصحيح هو الأقل تيمم
وسقط غسل العضو الصحيح وقال أحمد يغسل الصحيح وتيمم عن الجريح من غير مسح للجبيرة.
ووجه الأول الأخد بالإحتياط بزيادة وجوب مسح الجبيرة لما
تأخذه من الصحيح غالباللا ستمساك. ووجه الثانى أنه اذاكان الأكثر الجريح القرح
فالحكم له لأن شدة الألم حينئذ أرجح فى طهارة العضو من غسله بالماء فان الأمراض
كفارات للخطايا.
Terjemah:
Menurut imam
syafi’I : orang yang di anggauta wudlunya ada luka atau bengkak kemudian
diperban dan ia takut mengusap perban dan bertayamum. Menurut imam hanafi dan
malik: jika yang sakit lebih kecil daripada yang sehat, cukup membasuh yang
sehat dan disunnahkan mengusap yang sakit. Apabila yang sehat lebih kecil, maka
hanya wajib tayamum. Dan tidak wajib membasuh anggota yang sehat. Menurut imam
ahmad, membasuh anggota yang wajib dan tayamum untuk sakit tidak wajib mengusap
perban. Pendapat pertama mengambil langkah yang berhati-hati, dengan
menambahkan: wajibnya mengusap tambal karena diambil pada anggota badan yang
shohih/sehat secara umum untuk penanggulangan. Pendapat yang kedua, ketika yang
lebih banyak itu luka atau koreng, maka hukum berada padanya. Karena parahnya
sakit saat demikian, lebih diutamakan didalam pensucian anggota badan
disbanding harus membasuh dengan air. Karena penyakit itu adalah menghapus
terhadap kesalahan (dosa).
- Al-Qalyubi, I : 97
(
فان تعذر ) نزعه لخوف محذور مما ذكره فى شرح المهذب ( قضى ) مع مسحه بالماء ( على
المشهور) لانتفاء شبهه حينئذ بالخف والثانى لايقضى للعذر والخلاف فى القسمين فيما
اذا كان الساتر على غير محل التيمم فان كان على محله قضى قطعا لنقص البدل والمبدل
جزم به فى أصل الروضة ونقله فى شرح المهذب ... الى ان قال : الاظهر انه ان وضع على
طهر فلا اعادة والا وجبت. انتهى وعلى المختار السابق له لاتجب.
Terjemah:
Apabila ada udzur untuk melepas (
tambal) seperti apa yang disebut dalam syarah muhadzab maka wajib
mengqodoi shalatnya dan mengusapnya
dengan air menurut yang mashur, karena hal ini tidak ada keserupaan, dengan
pemakai muzah ( alas kaki arab ). Menurut pendapat yang kedua tidak perlu qodlo
shalatnya ( bila dilakukan ) karena termasuk udzur, perbedaan pendapat di dalam
dua kelompok tersebut, dalam mas’alah, penutup (tambal) yang terdapat selain
anggota tayamum (seperti lengan/muka) maka jelas harus mengqodlo shalatnya,
karena ada kurangnya antara pengganti dan yang diganti. Hal itu diyakini oleh
imam nawawi didalam aslinya kitab Roudloh dan menukilnya didalam kitab syarah
al-muhadzab, S/d …. Menurut yang adzhar, jika waktu memasang penutup (tambal)
itu dalam kondisi suci, maka tidak perlu mengulang shalatnya, kalau tidak suci
maka wajib mengulang. Menurut yang mashur ( terpilih ) yang dahulu tidak wajib.
- Al-Qalyubi, I : 84
( فَإِنْ كَانَ ) مَنْ بِهِ الْعِلَّةُ ( مُحْدِثًا
فَالْأَصَحُّ اشْتِرَاطُ التَّيَمُّمِ وَقْتَ غَسْلِ الْعَلِيلِ ) رِعَايَةً
لِتَرْتِيبِ الْوُضُوءِ ، وَالثَّانِي يَتَيَمَّمُ مَتَى شَاءَ كَالْجُنُبِ
لِأَنَّ التَّيَمُّمَ عِبَادَةٌ مُسْتَقِلَّةٌ ، وَالتَّرْتِيبُ إنَّمَا يُرَاعَى
فِي الْعِبَادَةِ الْوَاحِدَةِ .
( فَإِنْ جُرِحَ عُضْوَاهُ ) أَيْ الْمُحْدِثِ (
فَتَيَمُّمَانِ ) عَلَى الْأَصَحِّ الْمَذْكُورِ ، وَعَلَى الثَّانِي تَيَمُّمٌ
وَاحِدٌ ، وَكُلٌّ مِنْ الْيَدَيْنِ وَالرِّجْلَيْنِ كَعُضْوٍ وَاحِدٍ ،
وَيُنْدَبُ أَنْ يُجْعَلَ كُلَّ وَاحِدَةٍ كَعُضْوٍ.الشَّرْحُ : قَوْلُهُ : ( فَتَيَمُّمَانِ ) أَيْ إنْ وَجَبَ التَّرْتِيبُ
بَيْنَهُمَا وَإِلَّا كَمَا لَوْ عَمَّتْ الْعِلَّةُ الْوَجْهَ وَالْيَدَيْنِ
فَيَكْفِي لَهُمَا تَيَمُّمٌ وَاحِدٌ عَنْهُمَا ، وَكَذَا لَوْ عَمَّتْ جَمِيعَ
الْأَعْضَاءِ لِسُقُوطِ التَّرْتِيبِ .[1]
Mas’alah:
- Ada orang melakukan ibadah Haji dengan niat ifrod kemudian setelah di makkah dirasakan berat, karena menunggu lama dan takut kepada resiko membayar dam yang lebih banyak sebagai akibat dari melakukan pelanggaran-pelanggaran, maka diubah menjadi haji tamattu’ dengan membayar dam satu kali.
Jawab:
Tidak boleh menurut
mayoritas ulama dan boleh menurut imam Ahmad.
Dasar Pengambilan Dalil:
- Al-Majmu’ VII : 166-167
إذا أحرم بالحج لايجوز له فسخه وقلبه عمرة، وإذا أحرم
بالعمرة لايجوز له فسخها حجا لالعذرة ولالغيره، وسواء أساق الهدى أم لا، هذا
مذهبنا، قال ابن الصباغ والعبدرى وآخرون وبه قال عامة الفقهاء وحملوا ورود
الآحاديث فى ذلك على انه مختص بالصحابة فى تلك السنة فقط.
كالو تيدا بوليه، مكا باكى اوراع ترسبوت تتف برلاكو محرمات
الاحرام. ففى المجموع ج 7 ص 167. وقال أحمد يجوز فسخ الحج إلى العمرة إن لم يسق
الهدى.
Mas’alah:
Ada
orang melakukan ibadah haji dengan istrinya, kedua suami istri itu sudah tiga
kali melakukan haji, kemudian pada waktu sudah masuk karantina suaminya
meninggal dunia dan si istri akan melakukan perjalanan haji dengan mahrom
keponakannya. Tetapi oleh seorang ulama tidak diperkenankan dengan alasan bahwa
ibadah haji perempuan itu hukumnya sunat, sedangkan ihdad dan tidak keluar
rumahnya itu hukumnya wajib.
Pertanyaan:
Apakah larangan atau alasan itu benar atau tidak ? dan apakah tidak
termasuk dalam kaidah:
الحاجة تنزل منزلة الضرورة
Sedangkan
الضرورة تبيح المحظورة
Jawab:
Perempuan tersebut
boleh memilih antara menunda dan melangsungkan perjalanan hajinya, tetapi
menundanya lebih utama.
Dasar Pengambilan Dalil:
- Al-Mahalli, I : 56 ( belum ketemu karena cetakan tidak jelas)
- Al-Um : V/ 228
وإن أذن لها بالسفر فخرجت أو خرج بها مسافرا إلى حج أو بلد
من البلدان فمات عنها أو طلقها طلاقا لا يملك فيه الرجعة فسواء ولها الخيار في ان
تمضي في سفرها ذاهبة أو جائية وليس عليها أن ترجع إلى بيته قبل أن ينقضي سفرها.
Terjemah:
Jika seseorang mengizini istrinya
pergi, kemudian istrinya pergi atau perjalanan untuk haji, atau pergi kelain
Negara, kemudian suaminya meninggal dunia, atau menalaq istrinya dengan talaq
yang tidak rujuk, maka istri boleh memilih untuk meneruskan perjalanannya pergi
atau datang (kerumahnya). Dan dia
tidak wajib bagi istri tersebut langsung pulang kerumah suaminya sebelum
selesai perjalanan.
فإذا انتقلت ببدنها وإن لم تنتقل بمتاعها ثم طلقها أو مات
عنها اعتدت في الموضع الذي انتقلت إليه بإذنه (قال) سواء أذن لها في منزل بعينه أو
قال لها انتقلي حيث شئت أو انتقلت بغير إذنه فأذن لها بعد في المقام في ذلك المنزل
كل هذا في أن تعتد فيه سواء (قال) ولو انتقلت بغير إذنه ثم يحدث لها إذنا حتى
طلقها أو مات عنها رجعت فاعتدت في بيتها الذي كانت تسكن معه فيه.
وهكذا السفر يأذن لها به فإن لم تخرج حتى يطلقها أو يتوفى
عنها أقامت في منزلها ولم تخرج منه حتى تنقضي عدتها وإن أذن لها بالسفر فخرجت أو
خرج بها مسافرا إلى حج أو بلد من البلدان فمات عنها أو طلقها طلاقا لا يملك فيه
الرجعة فسواء ولها الخيار في ان تمضي في سفرها ذاهبة أو جائية وليس عليها أن ترجع
إلى بيته قبل أن ينقضي سفرها فلا تقيم في المصر الذي أذن لها في السفر إليه إلا أن
يكون أذن لها في المقام فيه أو في النقلة إليه فيكون ذلك عليها إذا بلغت ذلك
المصر.[2]
- Al-idloh : 60
انه لو مات مثلا قبل احرامها لزمها الرجوع معه وإلا معه
وإلا فالذى يظهر أنه ينظر الى ماهو مظنه السلامة والأمن أكثر.
Terjemah:
Sesungguhnya
seandainya suaminya mati sebelum dia (istri) ihrom maka wajib baginya pulang
kerumah suaminya, jika tidak pulang, maka menurut yang dhohir dipandang dari
prasangka selamat, dan aman yang lebih banyak.
Mas’alah:
Ada dua orang suami
istri akan melakukan ibadah haji kurang sepuluh hari berangkat si suami
meninggal dunia, lalu si istri akan melanjutkan ibadah hajinya dengan mahrom
orang lain, karena memang baru kali ini dia akan beribadah haji, bolehkah dia
terus berangkat atau tidak, sedangkan dia masih dalam keadaan iddah dan wajib
ihdad ( tidak terhias dan parvum )
Jawab:
Tidak boleh,
kecuali ada kekhawatiran yang mengancam keselamatan jiwa, harta (seperti
potongan biaya administrasi) dan sebagainya.
Dasar Pengambilan Dalil:
- Jamal ala Fathi Al-Wahab : IV/ 463
(وكخوف)
على نفس أو مال من نحو هدم وغرق وفسقة مجاورين لها. ( قوله او مال ) اى لها او
لغيرها كوديعة وان قل. قال حج أو اختصاص كذلك.
Terjemah:
(وكخوف) على نفس أو مال من نحو هدم وغرق وفسقة مجاورين لها،
وهذا أعم من قوله لخوف من هدم أو غرق أو على نفسها، (وشدة تأذيها بجيران أو عكسه)
أي شدة تأذيهم بها للحاجة إلى ذلك بخلاف الاذى اليسير، إذ لا يخلو منه أحد ومن
الجيران الاحماء وهم أقارب الزوج، نعم إن اشتد أذاها لهم أو عكسه وكانت الدار ضيقة
نقلهم الزوج عنها، وخرج بالجيران ما لو طلقت ببيت أبويها وتأذت بهم أو هم بها فلا
نقل، لان الوحشة لا تطول بينهما.[3]
Terjemah:
Diperbolehkan keluar
rumah karena ada hajat seperti khawatir atas dirinya atau hartanya dari
sesamanya bencana alam, banjir, kefasikan yang berdekatan dengannya ( kata
mushonif : “atau harta” ) maksudnya baik bagi dirinya perempuan atau milik
orang lain, seperti harta titipan meskipun meskipun sedikit, imam ibnu hajar
berkata : atau kehususan itulah menjadi alasan / sebab.
KEPUTUSAN BAHTSUL MASAIL SYURIYAH NU
WILAYAH JAWA TIMUR
DI PP AN-NUR TEGAL REJO PRAMBON NGANJUK
TGL 26-27 SYAWAL
1401 H/ 26-27 AGUSTUS 1981 M
Mas’alah:
Bagaimana hukumnya
mengerjakan proses bayi tabung. Bayi tabung ialah bayi yang dihasilkan bukan
dari persetubuhan, tetapi dengan cara mengambil mania tau sperma laki-laki dan
sel telur wanita, lalu dimasukan kedalam suatu alat dalam waktu beberapa hari
lamanya. Setelah hal tersebut dianggap mampu menjadi janin, maka dimasukkan
kedalam rahim ibu.
Jawab:
Hukumnya tafsil sbb:
- Apabila sperma yang di tabung dan yang dimasukan ke dalam rahim wanita tersebut ternyata bukan sperma suami istri, maka hukumnya haram.
- Dan apabila sperma/mani yang ditabung tersebut sperma suami istri, tetapi cara mengeluarkannya tidak muhtarom, maka hukumnya juga haram.
- Bila sperma yang ditabung itu sperma/mani suami istri dan cara mengeluarkannya muhtarom, serta dimasukan ke dalam rahim istri sendiri maka hukumnya boleh.
Keterangan:
- Mani muhtarom adalah yang keluar atau dikeluarkan dengan cara yang diperbolehkan oleh syara’
- Tentang anak yang dihasilkan dari sperma, tersebut dapat ilhaq atau tidak kepada pemilik mani terdapat perbedaan pendapat antara imam ibnu hajar dan imam romli
- Menurut imam ibnu hajar tidak bisa ilhaq kepada pemilik mani secara mutlaq ( baik muhtarom atau tidak ) sedang menurut imam romli anak tersebut dapat ilhaq kepada pemilik mani dengan syarat keluarnya mani tersebut harus muhtarom.
Dasar pengambilan Dalil:
- Al-jami’ul Shoghir hadis no. 8030
مامن ذنب بعد الشرك أعظم عند الله من نطفة وضعها رجل فى رحم
لايحل له. رواه ابن الدنا عن الهشيم بن مالك الطائ الجامع الصغير 8030
Terjemah:
Tidak ada dosa yang
lebih besar setelah syirik (mensekutukan Allah ) disisi Allah dari pada maninya
seorang laki-laki yang ditaruh pada rahim wanita yang tidak halal baginya. (
HR. ibnu abiddunya dari hasyim bin malik al-thoi)
- Hikmatu Tasyri’wal Safatuhu, II : 48
من كان يؤمن بالله واليوم الأخر فلا يسقين ماءه زرع أخيه
Terjemah:
Barang siapa
beriman kepada Allah dan hari akhir, maka jangan sekali-kali menyiram air
(maninya ) pada lahan tanaman (rahim) orang lain.
- Al-Qolyubi, IV : 32
ولو أتت بولد عُلِمِ أنه ليس منه مع إمْكَانِه مِنْهُ (
لَزِمَهُ نَفْيُهُ ) لِأَنَّ تَرْكَ النَّفْيِ يَتَضَمَّنُ اسْتِلْحَاقَ مَنْ
لَيْسَ مِنْهُ حَرَامٌ.
Terjemah:
Apabila seoarang perempuan datang
dengan membawa anak, dan diketahui bahwa anak tersebut bukan dari suaminya, dan
dapat mungkin dari suaminya (namun secara yakin tidak dari suaminya). Maka wajib meniadakan (menolak mengakui), karena
bila tidak dilaksanakan penolakan, dapat dimasukan nasab dari orang yang tidak
haram (suaminya).
( وَلَوْ أَتَتْ بِوَلَدٍ عَلِمَ أَنَّهُ لَيْسَ مِنْهُ )
مَعَ إمْكَانِ كَوْنِهِ مِنْهُ ( لَزِمَهُ نَفْيُهُ ) لِأَنَّ تَرْكَ النَّفْيِ
يَتَضَمَّنُ اسْتِلْحَاقَهُ ، وَاسْتِلْحَاقُ مَنْ لَيْسَ مِنْهُ حَرَامٌ
وَطَرِيقُ نَفْيِهِ اللِّعَانُ الْمَسْبُوقُ بِالْقَذْفِ فَيَلْزَمَانِ أَيْضًا
وَإِنَّمَا يَلْزَمُهُ قَذْفُهَا إذَا عَلِمَ زِنَاهَا ، أَوْ ظَنَّهُ كَمَا
تَقَدَّمَ فِي جَوَازِهِ ، وَإِلَّا فَلَا يَقْذِفُهَا لِجَوَازِ أَنْ يَكُونَ
الْوَلَدُ مِنْ وَطْءِ شُبْهَةٍ قَالَهُ الْبَغَوِيّ وَغَيْرُهُ ( وَإِنَّمَا
يَعْلَمُ ) أَنَّ الْوَلَدَ لَيْسَ مِنْهُ ( إذَا لَمْ يَطَأْ ) ( أَوْ ) وَطِئَ
وَ ( وَلَدَتْهُ لِدُونِ سِتَّةِ أَشْهُرٍ مِنْ الْوَطْءِ ) الَّتِي هِيَ أَقَلُّ
مُدَّةِ الْحَمْلِ ( أَوْ فَوْقَ أَرْبَعِ سِنِينَ ) الَّتِي هِيَ أَكْثَرُ
مُدَّةِ الْحَمْلِ ( فَلَوْ وَلَدَتْهُ لِمَا بَيْنَهُمَا ).[5]
- Bujairimi Iqna’ IV : 36
(
الحاصل ) المراد بالمنى المحترام حال خروجه فقط على ما اعتمده مر وان كان غير
محترم حال الدخول، كما اذا احتلم الزوج وأخذت الزوجة منيه فى فرجها ظانة أنه من
منىّ اجنبى فإن هذا محترم حال الخروج وغير محترم حال الدخول وتجب العدة به إذا
طلقت الزوجة قبل الوطء على المعتمد خلافا لإبن حجر لأنه يعتبر أن يكون محترما فى
الحالين كماقرره شيخنا.
Terjemah:
(kesimpulan) yang dimaksud mani
muhtarom (mulya) adalah pada waktu keluarnya saja, seperti yang dikuatkan imam
romli, meskipun tidak muhtarom padawaktu masuk. Contoh : suami bermimpi keluar
mani, dan istrinya mengambilnya ( air mani tersebut) lalu dimasukan kefarjinya
dengan persangkaan, bahwa air mani tersebut milik laki-laki lain (bukan
suaminya) maka hal ini dinamakan mani muhtarom keluarnya, tapi tidak muhtarom
waktu masuknya kefarji, dan dia wajib punya iddah (masa penantian) jika
suaminya menceraikan sebelum disetubui. Menurut yang mu’tamad, berbeda dengan
pendatnya imam ibnu hajar yang mengatakan, kreterianya harus muhtarom keduanya
(waktu masuk dan keluar) seperti ketetapan dari syaikuna ( Rofi’I Nawawi).
- Kifayatu Al-akhyar, II : 113
لو إستمنى الرجل منية بيد امرأته او امته جاز لأنها محل
استمتاعها
Terjemah:
Jika seorang suami sengaja
mengeluarkan air maninya dengan perantara tangan istrinya, atau tangan
perempuan amatnya, maka boleh, karena perempuan tersebut tempat istima’
(senang-senang) bagi seorang suami.
- Tuhfa, VI : 431 ( belum ketemu )
- Al-bajuri, II : 172
- Al-bughya : 238
Mas’alah:
Bagaimana hukumnya cangkok mata?
Transplantasi kornea
atau cangkok mata ialah mengganti selaput mata seseorang dengan selaput mata
orang lain, atau kalau mungkin dengan selaput mata binatang. Jadi yang diganti
hanya selaputnya saja bukan bola mata seluruhnya. Adapun untuk mendapatkan
kornea / selaput mata ialah dengan cara mengambil bola mata seluruhnya dari
orang yang sudah mati. Bola mata itu kemudian dirawat baik-baik dan mempunyai
kekuatan paling lama 72 jam (tiga hari tiga malam). Sangat tipis sekali dapat
dihasilkan cangkok kornea dari binatang.
Jawab:
Hukumnya ada dua pendapat:
- Haram, walaupun mayat itu tidak terhormat seperti mayitnya orang murtad. Demikian pula haram menyambung anggota manusia dengan anggota manusia lain, bahaya buta itu tidak sampai melebihi bahayanya merusak kehormatan mayit.
Dasar
Pengambilan Dalil:
1)
Ahkamul Fuqoha, III : 58
مسألة : ماقولكم فى إفتاء مفتى ديار المصرية بجواز أخد
حداقة الميت لوصلها إلى عين الأعمى. هل هو صحيح أولا ؟ قرر المؤتمر بأن ذلك
الإفتاء غير صحيح ، بل يحرم أخد حداقة الميت ولو غير محترم كمرتد وحربى. ويحرم
وصله بأجزاء الآدمى لأن ضرر العمى لايزيد على مفسدة إنتهاك حرمات الميت كما فى
حاشية الرشيدى على ابن العماد. صحيفة 26 وعبارته : أماالآدمى فوجوده حنئيد كالعدم
كما قال الحلبى على المنهج، ولوغير محترم كمرتد وحربى فيحرم الوصل به ويجب نزعه.
انتهى. ولقول صلى الله عليه وسلم : كسر عظم الميت ككسره حيا ( رواه أحمد فى المسند
وأبو داود وابن ماجه) وعن عائشة "كسر عظم الميت ككسر عظم الحى فى الإثم (رواه
ابن ماجه عن أم سلمة) حديث حسن.
2)
Hasiah Ar-Rosidi ‘ala ibni ‘imad, hal, 26
- Boleh disamakan dengan diperbolehkannya menambal dengan tulang manusia, asalkan memenuhi 4 syarat :
1)
Karena dibutuhkan
2)
Tidak ditemukan selain dari anggota tubuh manusia
3)
Mata yang diambil harus dari mayit muhaddaroddam (halal
darahnya)
4)
Antara yang diambil dan yang menerima harus ada persamaan
agama
Dasar Pengambilan
Dalil:
- Fathul Jawad 26
وبقى مالم يوجد صالح غيره فيحتمل جواز الجبر بعظم الآدمى
الميت كمايجوز للمضطر أكل الميت وإن لم يخش إلا مبيح التيمم. وجزم المدابغى
بالجواز، حيث قال : فان لم يصلح إلاعظم الآدمى قدم نحو الحربى كالمرتد ثم الذمى ثم
المسلم.
Terjemah:
Dan masih ada, bila sudah tidak di
jumapai yang baik boleh menambali (cangkok) dengan tulang orang yang sudah
mati. Seperti halnya boleh memakan bangkai orang yang sudah mati meski tidak
hawatir sampai batas diperbolehkannya tayamum. Dan imam al-madabighi yakin
dengan hukum boleh, dia menyatakan jika tidak ada yang bagus (untuk menambal)
kecuali tulang orang, maka dahulukanlah orang kafir harbi, orang murtad, lalu
kafir dzimy, kemudian orang islam.
- Al-mahali
وله أى للمضطر أكل أدمى ميت لأن حرمة الحى أعظم من حرمة
الميت
Terjemah:
Jika terpaksa dan yang ditemukan
hanya bangkai orang mati, maka boleh memakannya, karena kehormatan orang yang
masih hidup masih dikuatkan dari pada kehormatan orang yang sudah mati.
- Bijaeromi iqna, IV : 272 (belum ditulis)
والأوجه كماهو ظاهر كلامهم عدم النظر إلى أفضلية الميت مع
إتحادهما إسلاما وعصمة.
Terjemah:
Menurut yang aujah, seperti
penjelasan ahli fiqih tidak memandang pada istemewanya seorang mayit jika
sama-sama islam dan terjaga.
- Mughni Muhtaj, IV : 307
(
وَلَهُ ) أَيْ الْمُضْطَرِّ ( أَكْلُ آدَمِيٍّ مَيِّتٍ ) إذَا لَمْ يَجِدْ
مَيْتَةً غَيْرَهُ كَمَا قَيَّدَاهُ فِي الشَّرْحِ وَالرَّوْضَةِ ؛ لِأَنَّ
حُرْمَةَ الْحَيِّ أَعْظَمُ مِنْ حُرْمَةِ الْمَيِّتِ.
Terjemah:
Boleh bagi orang yang terpaksa makan bangkai orang ketika
tidak di temukan lainnya, seperti alasan dalam kitab syarah dan kitab raudloh,
karena kehormatan orang hidup lebih diutamakan dari pada orang mati.
وَلَهُ أَكْلُ آدَمِيٍّ. الشَّرْح
: (
وَلَهُ ) أَيْ الْمُضْطَرِّ ( أَكْلُ آدَمِيٍّ مَيِّتٍ ) إذَا لَمْ يَجِدْ
مَيْتَةً غَيْرَهُ كَمَا قَيَّدَاهُ فِي الشَّرْحِ وَالرَّوْضَةِ ؛ لِأَنَّ
حُرْمَةَ الْحَيِّ أَعْظَمُ مِنْ حُرْمَةِ الْمَيِّتِ ، وَيُسْتَثْنَى مِنْ ذَلِكَ
مَا إذَا كَانَ الْمَيِّتُ نَبِيًّا فَإِنَّهُ لَا يَجُوزُ الْأَكْلُ مِنْهُ
جَزْمًا كَمَا قَالَهُ إبْرَاهِيمُ الْمَرْوَزِيُّ وَأَقَرَّهُ وَمَا إذَا كَانَ
الْمَيِّتُ مُسْلِمًا وَالْمُضْطَرُّ كَافِرًا ، فَإِنَّهُ لَا يَجُوزُ لَهُ
الْأَكْلُ مِنْهُ لِشَرَفِ الْإِسْلَامِ ، بَلْ لَنَا وَجْهُ أَنَّهُ لَا يَجُوزُ
أَكْلُ الْمَيِّتِ الْمُسْلِمِ وَلَوْ كَانَ الْمُضْطَرُّ مُسْلِمًا .
تَنْبِيهٌ : حَيْثُ جَوَّزْنَا أَكْلَ مَيْتَةِ الْآدَمِيِّ
الْمُحْتَرَمِ لَا يَجُوزُ طَبْخُهَا وَلَا شَيُّهَا لِمَا فِيهِ مِنْ هَتْكِ
حُرْمَتِهِ، وَيَتَخَيَّرُ فِي غَيْرِهِ بَيْنَ أَكْلِهِ نِيئًا وَمَطْبُوخًا
وَمَشْوِيًّا.[6]
- Al-Muhadzab, I : 251
وان اضطر ووجد آدميا ميتا جاز أكله لان حرمة الحى آكد من
حرمة الميت.
Terjemah:
Jika terpaksa dan yang di temukan
hanya bangkai orang mati maka boleh memakannya, karena kehormatan orang yang
masih hidup lebih di kuatkan dari pada orang yang sudah mati.
(والثانى)
أنه يأكل الميتة لانه منصوص عليها والصيد مجتهد فيه وان اضطر ووجد آدميا ميتا جاز
له أكله لان حرمة الحى آكد من حرمة الميت وان وجد مرتدا أو من وجب قتله في الزنا
جاز له أن يأكله لان قتله مستحق وان اضطر ولم يجد شيئا فهل يجوز له أن يقطع شيئا
من بدنه ويأكله فيه وجهان (قال) أبو إسحق يجوز لانه احياء نفس بعضو فجاز كما يجوز
أن يقطع عضوا إذا وقعت فيه الآكلة لاحياء نفسه ومن أصحابنا من قال لا يجوز لانه
إذا قطع عضوا منه كان المخافة عليه أكثر وان اضطر إلى شرب الخمر أو البول شرب
البول لان تحريم الخمر أغلظ ولهذا يتعلق به الحد فكان البول أولى وان اضطر إلى شرب
الخمر وحدها ففيه ثلاثة أوجه (أحدها) أنه لا يجوز أن يشرب لما روت أم سلمة رضى
الله عنها أن النبي صلى الله عليه وسلم قال (ان الله سبحانه وتعالى لم يجعل شفاءكم
فيما حرم عليكم) (والثانى) يجوز لانه يدفع به الضرر عن نفسه فصار كما لو أكره على
شربها (والثالث) أنه ان اضطر إلى شربها للعطش لم يجز لانها تزيد في الالهاب والعطش
وان اضطر إليها للتداوي جاز).[7]
- Al-qolyubi, I : 182
(
وَلَوْ وَصَلَ عَظْمَهُ ) لِانْكِسَارِهِ وَاحْتِيَاجِهِ إلَى الْوَصْلِ .
Terjemah:
Jika menyambung tulangnya karena
pecah dan ia memerlukan sembungan dengan tulang najis karena daftar orang-orang
yang menyatakan dirinya rela di ambil bola mata nya sesudah mati untuk
kepentingan manusia.
(
وَلَا يَضُرُّ نَجَسٌ يُحَاذِي صَدْرَهُ فِي الرُّكُوعِ وَالسُّجُودِ عَلَى
الصَّحِيحِ ) لِعَدَمِ مُلَاقَاتِهِ لَهُ ، وَالثَّانِي يَقُولُ الْمُحَاذِي مِنْ
مَكَانِ صَلَاتِهِ فَتُعْتَبَرُ طَهَارَتُهُ .
( وَلَوْ وَصَلَ عَظْمَهُ ) لِانْكِسَارِهِ وَاحْتِيَاجِهِ
إلَى الْوَصْلِ .
( بِنَجَسٍ ) مِنْ الْعَظْمِ ( لِفَقْدِ الطَّاهِرِ )
الصَّالِحِ لِلْوَصْلِ ( فَمَعْذُورٌ ) فِي ذَلِكَ فَتَصِحُّ صَلَاتُهُ مَعَهُ
وَلَيْسَ عَلَيْهِ نَزْعُهُ إذَا وَجَدَ الطَّاهِرَ كَمَا فِي الرَّوْضَةِ
وَأَصْلِهَا ، وَقَضِيَّةُ مَا فِي التَّتِمَّةِ أَنَّهُ يَجِبُ نَزْعِهِ إنْ لَمْ
يَخَفْ مِنْهُ ضَرَرًا ( وَإِلَّا ) أَيْ وَإِنْ لَمْ يَفْقِدْ الطَّاهِرَ أَيْ
وَجَدَهُ وَجَبَ عَلَيْهِ ( نَزْعُهُ ) أَيْ النَّجِسِ ( إنْ لَمْ يَخَفْ ) مِنْ
نَزْعِهِ ( ضَرَرًا ظَاهِرًا ) وَهُوَ مَا يُبِيحُ التَّيَمُّمَ كَتَلَفِ عُضْوٍ
فَلَا تَصِحُّ صَلَاتُهُ مَعَهُ .[8]
- Bujairimi ala- alwahab, I : 239
Mas’alah:
Bagaiman hukumnya
Bank Mata?
Bank mata adalah semacam badan atau yayasan yang tugasnya antara
mencari dan mengumpulkan daftar orang-orang yang menyatakan dirinya rela di
ambil bola matanya sesudah mati untuk kepentingan manusia.
Jawab:
Hukumnya Bank Mata
adalah sama hukumnya pencangkokan diatas, sebagaimana keterangan dan penjelasan
diatas. Hal ini sesuai dengan qoidah ushul fiqih yang berbunyi :
للوسائل حكم المقاصد
Mas’alah:
Bagaimana hukumnya
cangkok ginjal dan jantung?
- Cangkok ginjal ialah mengganti ginjal seseorang dengan ginjal orang lain. Ginjal pengganti itu dapat diambil dari orang yang masih hidup atau orang yang sudah mati. Pengambilan ginjal dari orang yang hidup itu mungkin karena setiap orang mempunyai dua ginjal.
- Transplantasi jantung ialah mengganti jantung seseorang dengan jantung orang lain. Transplatasi jantung ini hanya dapat di lakukan dari orang yang sudah mati saja, karena setiap orang hanya mempunyai satu jantung.
Kiranya sangat sulit melakukan transplatasi ginjal dan
jantung dari binatang. Karena dua hal ini dibutuhkan adanya persamaan antara
darah yang memberikan ginjal atau jantung
( donor)
dengan orang yang mendapatkan ganti ginjal atau jantung tadi.
Jawab:
Hukumnya cangkok
ginjal dan jantung sama dengan hukumnya pencangkokan mata.
Mas’lah:
Bagaimana kedudukan
hukum/status syar’I lembaga zakat yang dibentuk oleh pemerintah daerah
dihubungkan dengan ketentuan-ketentuan fiqih tentang amil?
Jawab:
Hukumnya lembaga
zakat yang dibentuk oleh pemerintah daerah adalah sah, karena pemerintah
Indonesia mempunyai hak syar’I untuk membentuk amil.
Dasar Pengambilan dalil:
- Al- Mauhibah IV : 130
والصنف الخامس العاملون عليها، ومنهم الساعى الذى يبعثه
الإمام الأخذ الزكوات، وبعثه واجب، والعاملون عليها أى الزكاة يعنى من نصبه الإمام
فى أخذ العاملة من الزكوات.
Terjemah:
Kelompok kelima
adalah amiluu ‘aalaiha (amil dari zakat) termasuk kelompok amil adalah orang
yang menjalankan, yang dibentuk oleh imam untuk mengumpulkan / mengambil zakat.
Yang dimaksud amil zakat ialah orang yang ditugasi oleh imam (kepala Negara) untuk
mengambil, melakukan dari harta zakat.
- I’anatu Al-Tholibin, III : 315
- Minhaju Al-Qiwim, : 115
- Ahkamu Al-Fuqoha, III : 8
هل يصح ماقره مجلس العلماء فى تشيقا ناس فى 3-7 مارس سنة
1954 بأرئس جمهورية إندونسيا الحالى ( سوكارنو ) ولى الأمر الضررى بالشوكة أولا؟
نعم يصح ذلك المقرر، كما فى الجزء الأول من شرح الإحياء
وعبارته : الأصل العاشر أنه لو تعذر وجود الورع والعلم فيمن يتصدى للإمامة .....
إلى أن قال: وذلم محل، ونحن نقضى بنفوذ قضاء أهل السبغى فى بلادهم، لمسيس حاجتهم
فكيف لانقضى بصحة الإمامة عند الحاجة والضرورة.
- Kifayatu Al-Ahyar, II : 159
قال الغزالى : واجتماع هذه الشروط متئذر فى عصرنا لخلو
العصر عن المجتهد المستقل، فالوجه تنفيذ قضاء كل من ولاه سلطان ذوشوكة وإن كان
جاهلا أوفاسقا لئلا تتعطل مصالح المسلمين. قال الإمام الرافعى وهذا أحسن.
Terjemah:
Imam ghozali berkata lengkaplah
persyaratan ini, pada zaman sekarang sulit, karena tidak adanya yang mencapai
derajat mujtahid mustaqil maka konsekuensinya sah pemerintahnya orang yang
mempunyai syaukah (kekuatan) meskipun bodoh, agar tidak terjadi kekosongan atas
kemaslahatan orang-orang muslim. Dan imam Ar-Rofi’I mengatkan hal itu lebih
baik.
Mas’lah:
Bagaimana hukumnya
zakat yang ditasyarufkan kepada masjid, madrasah, panti asuhan, yayasan-yayasan
social, keagamaan dan lain-lain. Sabgaimana yang berlaku ditengah masyarakat
umum?
Jawab:
Memberikan zakat kepada masjid,
madrasah, panti asuhan, yayasan-yayasan social, keagamaan dan lain-lain tidak
boleh, akan tetapi ada pendapat : imam Qofal menukil dari sebagian ahli fiqih,
zakat boleh ditasarufkan kepada sector-sektor tersebut diatas, atas nama
sabilillah.
Dasar Pengambilan Dalil:
- Bughyatu al-murtasyidin, : 106
لايستحق المسجد شيئا من الزكاة مطلقا، إذلايجوز صرفها إلا
لحر مسلم، ومثله مافى المزان الكبرى فى الجزء الثانى من باب قسم الصدقات، وعبارته
: إتفق الأئمة الأربعة على أنه لايجوز أخراج الزكاة لبناء مسجد أوتكفين ميت.
Terjemah:
Masjid tidak berhak sedikit pun
secara mutlak mengambil bagian zakat, karena tidak boleh mentasarufkan
zakat kecuali pada orang yang merdeka
yang muslim, begitu juga yang ada dalam kitab mizan kubro.
- Tafsir munir, I : 344
ونقل القفال من بعض الفقاء أنهم أجازوا صرف الصدقات إلى
جميع وجوه الخير، من تكفين ميت وبناء الحصون وعمارة المساجد، لأن قوله تعالى
"فى سبيل الله" فى الكل.
Terjemah:
Imam Al-Qofal menukil dari sebagian
ahli fiqih, bahwa mereka memperbolehkan mentasarufkan sodaqoh (zakat) kepada
segala sector kebaikan, seperti: mengkafani mayat, membangun pertahanan,
membangun masjid dst. Karena kata-kata sabilillah itu mencakup umum (semuanya).
Mas’lah:
Apakah wajib zakat bagi penanam
tanaman yang bukan tanaman zakawi (seperti yang sudah di nash) dengan tujuan di
perdagangkan, seperti tanaman tebu, cengkeh dan sesamanya?
Jawab:
Menanam tanaman yang bukan tanaman
zakawi dengan niat diperdagangkan, apabila telah memenuhi syarat-syarat
tijaroh, maka wajib zakat seperti zakat barang dagangan.
Dasar
Pengambilan Dalil:
- Busyrol Karim, II : 50
وروى أبو دود بإخراج الصدقة مما يعد للبيع
Terjemah:
Imam Abu Dawud meriwayatkan, agar
disuruh mengeluarkan sedekah (zakat) terhadap segala sesuatu yang diperuntuhkan
dijual.
- Al-Hawasi al-madaniyah, II : 95
وقد قررنا أن مالازكاة فى عينه تجب فيه زكاة التجارة من
الجذوع والتين والأرض إذ ليس فى هذه المذكورات زكاة عين، ومالازكاة فى عينه تجب
فيه التجارة.
Terjemah:
Dan telah kami
tetapkan, sesungguhnya sesuatu yang tidak termasuk mal zakawi (harta benda yang
harus di zakati menurut ainnya) wajib baginya zakat tijaroh (perdagangan).
Seperti kayu, buah tin, tanah, karena jenis-jenisnya tidak termasuk di zakati
secara ain (kondisi barang) dan segala yang tidak dizakati secara ain. Harus
dizakati dengan zakat tijaroh, (perdagangan / 2,5 % ).
Mas’alah:
Apakah wajib zakat usaha perniagaan
mutakhir (modern) yang bergerak didalam bidang jasa, seperti perhotelan,
pengangkutan dan sesamanya?
Jawab:
Perniagaan jasa seperti perhotelan
pengangkutan dan sesamanya, adalah termasuk ijaroh yang mengandung arti
tijaroh, maka wajib zakat.
Dasar Pengambilan Dalil:
- Kifayatu al-akhyar, I : 178
ولو أجر الشخص ماله أونفسه وقصد بالأجرة إذا كانت
عرضاللتجارة تصير مال تجارة، لأن الإجارة معاوضة.
Terjemah:
Jika seseorang memperkerjakan
dirinya atau hartanya dengan tujuan dapat ongkos ketika jadi harta untuk
tijaroh (perdagangan) maka jadilah harta perdagangan, karena ongkos adalah
mu’awadloh.
- Al-Mauhibah, IV : 31( belum ketemu)
- Al-Majmu’, VI : 49
ومن أجر نفسه أو شخصا أخر بعوض من العروض بقصد التجارة صار
ذلك العرض مال تجارة فتجب الزكاة.
Terjemah:
Siapapun yang mempekerjakan dirinya
atau orang lain dengan ongkos atau ganti rugi harta dengan tujuan berdagang,
maka jadilah harta perdagangan. Dan wajib mengeluarkan zakat.
Mas’alah:
Bagaimana yang berlaku secara umum
dibidang keuangan dengan digantikannya peranan uang mas/perak oleh uang kertas,
cek, obligasi, saham-saham perusahaan dan macam-macam kertas berharga. Apakah
wajib zakat?
Jawab:
Uang kertas, cek, obligasi,
saham-saham perusahaan dan sesamanya, apabila telah mencapai seharga emas satu
nisob dan telah haul, maka wajib zakat seperti emas.
Dasar Pengambilan Dalil:
- Ahkamul Fuqoha, I : 57 (belum ketemu)
- Al-Mauhibah , IV
- Al-fiqih ala madzibil arba’ah, I : 605
جمهور الفقهاء يرون وجوب الزكاة فى الأوراق المالية،
لأنهاحالت محل الذهب والفضة فى التعامل.
Terjemah:
Jumhurul fuqoha (pembesar
orang-orang ahli fiqih), memandang kewajiban zakat terhadap kertas berharga,
karena ia diposisikan sebagaimana emas dan perak dalam transaksi.
Mas’alah:
Bagaimana hukum
pemotongan hewan dengan mesin?
Jawab:
Hukum memotong hewan dengan mesin
adalah halal, jika mesin dan cara memotongnya memenuhi syarat-syarat sebagai
berikut:
- Pemotongnya seorang muslim/ ahlu kitab yang asli
- Alat mesin yang di pergunakan, merupakan benda tajam yang bukan dari tulang atau kuku
- Sengaja menyembelih hewan tersebtut
Dasar Pengambilan Dalil:
- Bujairomi wahab, IV : 286
وشرط فى الذبح قصد اى قصد العين أو الجنس بالفعل (قوله قصد
العين) وإن أخطأفى ظنه، أو الجنس فى الإصابة – ح ل – والمرد بقصد العين أو بالجنس
بالفعل أى قصد إيقاع الفعل على العين أو على واحد من الجنس وإن لم يقصد الذبح.
Terjemah:
Syarat alat untuk menyembelih harus
tajam yang bisa melukai seperti pisau besi, bambu, batu, timah, emas, perak,
kecuali (tidak boleh) dengan tulang dan kuku. Dengan dasar hadits shohih
bukhori dan muslim: sesuatu yang dapat mengalirkan darah dengan menyebut nama
Allah maka makanlah selama bukan dengan tulang dan kuku. Artinya yang di
samakan adalah semua jenis tulang.
يعلم من قوله الآتى أو كونها جارية سباع او طير الخ ... حيث
أطلق فيه ولم يشترط أن تقتله بوجه مخصوص. فيسفاد من الإطلاق أنه يحل مقتولها بسائر
أنواع القتل.
Terjemah:
Telah
diketahui dari kata-kata yang akan datang adanya alat memotong hewan, dapat melukainya
binatang atau burung dst. Sekira
dimutlakkan dan tidak disyaratkan, cara membunuh dengan cara yang khusus, maka
dapat diambil pengertian halal apa yang di bunuh binatang dengan segala cara
membunuh.
[1] Lengkapnya di maktabah asyamilah seperti diatas, I : Hal. 433
[2] Lengkapnya di maktabah assyamilah spt diatas, V : 243
[3] Lengkapnya di maktabah assyamilah spt diatas, I : 188
[6] Lengkapnya di maktabah assyamilah spt diatas, XVIII : 225
[7] Lengkapnya di maktabah assyamilah spt diatas, 9 : 41
[8] Lengkapnya di maktabah assyamilah spt diatas, II : 475
KEPUTUSAN
BAHTSUL MASAIL SYURIYAH NU
WILAYAH
JAWA TIMUR
DI PP ZAINUL HASAN GENGGONG
KRAKSAN
TGL 22-23 NOPEMBER 1981
Mas’alah:
Kalau
ulama aswaja / NU telah melaksanakan amar ma’ruf nahi munkar apakah ulama yang
bukan aswaja sudah terlepas dari kewajiban fardlu kifayah amar ma’ruf nahi
munkar dan sebaliknya?
Jawab:
Sudah
terlepas dari kewajiban fardlu kifayah amar ma’ruf nahi munkar, selama amar
ma’ruf nahi munkar dilakukan sesuai dengan aturannya.
Dasar Pengambilan Dalil:
- Ahkamu Fuqoha, : 11/105 soal no 241 ( belum ditulis)
إن كان هناك من يكفيهم للأمر بالمعروف والنهى عن المنكر فلا
حرج عليهم السكوت ولزوم البيوت ، وإلايحرم عليهم ذلك، وأماالانتساب إلى إحدى
الجمعيات الإسلامية فهو أفضل، بل قد يجب كماإذاتيقن أوظن أنه لايؤدى إلى حفظ دينه وصونه عمايفسده
إلابالإنتساب اليها اخذا لمافى الدعوة التامة والإحياء. ونصبه : وواجب على كل ففيه
فرغ من فرض عينه وتفرغ لفرض الكفاية إلى من يجاور بلده من أهل السواد ومن العرب
والأكراد وغيرهم ويعلمهم دينهم وفرائض شرعهم. إلى ان قال : فإن قام بهذا الأمر
واحد سقط الحرج عن الآخرين والا عم الحرج الكافة أجمعين أماالعالم فلتقصيره فى
الخروج ، أما الجاهل فلتقصيره ترك التعلم. الخ ... اعلم أن كل قاعد فى بيته اينما
كان فليس خاليا فى هذا الزمان عن منكر من حيث التقاعد عن إرشاد الناس وتعليمهم
وأكثر الناس جاهلون .
Terjemah:
Jika telah ada orang yang dianggap
cukup sudah menyampaikan amar ma’ruf nahi munkar, maka tidak dosa bagi lainnya
hanya diam dirumah (tidak berdakwah), kalau belum ada yang menyampaikan maka
haram bagi semua orang hanya berdiam diri. Adapun menisbatkan (amar ma’ruf nahi
munkar) kepada salah satu organisasi islam itu lebih utama. Bahkan terkadang
menjadi wajib ketika diyakini atau diduga kuat, tidak akan tercapai dalam
mempertahankan agama dan menjaga kelangsungannya dari pihak-pihak yang
merusaknya kecuali dengan berpedoman kepada kitab: addawatu attamah dan kitab
ihya’ ulumuddin, yang arti nasnya: “wajib bagi setiap orang pandai dalam agama
untuk meluangkan waktu guna memenuhi fardlu kifayah kepada orang yang
berdekatan daerahnya dari ahli kulit hitam, orang arab dan lainnya, dan wajib
pula mengajari mereka terhadap agamanya dan kewajiban-kewajiban syari’atnya
…..s/d…. jika sudah ada salah seorang yang melakukan (amar ma’ruf nahi munkar)
maka gugur dosa dari lainnya. Jika tidak ada sekali, maka yang berdosa adalah
semuanya manusia. Adapun dosanya orang ‘alim, karena ia tidak menghiraukan
keharusan keluar (berdakwah). Sedangkan dosanyaorang yang bodoh, ia tidak
memperhatikan kewajiban belajar (tidak mau belajar) dst. … perlu dimengerti,
bahwa setiap orang yang hanya berdiam diri dirumahnya dimana saja, maka tidak
dapat lepas dizaman ini dari kemungkaran, ketika hanya diam diri dari
menunjukan manusia dan mengajarinya. Dan kebanyakan manusia itu bodoh (tidak
tahu).
Mas’alah:
Ada tanah wakaf untuk masjid,
bolehkah di pakai untuk I’tikaf?
Jawab:
Apabila tanah yang dimaksud wakif
itu adalah “aku jadikan tanah ini sebagai masjid” maka walaupun belum di bangun
masjid I’tikaf di atas tanah tersebut hukumnnya sah. Tetapi apabila yang
dimaksud wakaf tersebut adalah tamlik kepada masjid dan oleh nadzir belum
(tidak diresmikan) atau belum dibangun masjid. Maka hukumnya I’tikaf diatas
tanah tersebut tidak sah.
Dasar
Pengambilan Dalil:
- Al-bajuri, I : 305
قوله فى المسجد اى الخالص المسجدية فلا يصح الإعتكاف فى غير
المسجد كالمدارس والربط ومصلى العيد.
Terjemah:
Kata pengarang
(dimasjid) artinya yang murni masjid , maka tidak sah I’tikaf diselain masjid,
seperti dimadrasah, pondok, dan tempat-tempat sholat ‘id.
- Al-mahali, 11/76
قوله فى المسجد، ومنه روشنه ورحبته القديمة الخ
Terjemah:
Kata pengarang (dimasjid) yang
termasuk dihukumi masjid adalah emperanya, serambinya yang bangunan dulu
(bersama dengan dalamannya masjid).
- Fatha al-wahab, I : 128
وثانيها مسجد للإتباع رواه الشيخان فلايصح فى غيره ولوهي
للصلاة.
Terjemah:
Yang kedua : harus masjid dengan
dasar hadits Nabi yang diriwayatkan imam bukhori dan muslim, maka tidak sah
I’tikaf diselain masjid meskipun disediakan untuk sholat.
- Syarwani, VI : 251
والأصح وإن نازع فيه الأسنوى وغيره أن قوله جعلت البقعة
مسجدا من غير نية صريح فحيئد تصير به مسجدا وإن بات بلفظ مما مر لأن المسجد لايكون
إلا وقفا.
Terjemah:
Menurut yang asoh,
meskipun ditentang imam asnawi dan lainnya bahwa perkataan seseorang : “saya
jadikan tempat ini menjadi masjid” dengan tanpa niat itu shorih wakaf, maka
dengan demikian (tempat itu) akan menjadi masjid. Meskipun
dengan lafadz-lafadz yang telah tersebut diatas, karena masjid itu pasti wakaf.
(tidak ada masjid yang bukan wakaf).
Mas’alah:
Bagaimana hukumnya mengeluarkan
zakat tijaroh sebelum haul (sebelum masuk satu tahun)
Jawab:
Boleh asalkan yang menerima tersebut
tetap menpunyai sifat mustahiq sampai waktu wajibnya, sehingga apabila yang
menerima tersebut menjadi berubah (tidak mempunayai syarat sebagai mustahiq)
pada waktu wajibnya, maka apabila muzakki pada waktu memberikan zakat
mu’ajjalah itu memberitahukan bahwa zakat mu’ajjalah, maka muzakki boleh
meminta kembali zakat tadi.
Dasar
pengambilan Dalil:
- Muhadzab, I : 174
وإن عجل الزكاة فدفها إلى فقير فمات الفقير أو ارتد قبل
الحول لم يجزه المدفوع عن الزكاة، وعليه أن يخرج الزكاة ثانيا، فإن لم يبين عند
الدفع أنهازكاة معجلة لم يرجع وإن بين رجع .... الخ
Terjemah:
Jika seseorang melakukan ta’jil
zakat (mendahulukan zakat sebelum waktunya) kemudian diberikan kepada orang
fakir, lalu orang fakirnya meninggal dunia, atau ia murtad sebelum haul (masuk
waktunya wajib zakat). Maka apa yang diberikan (atas nama zakat tadi) tidak
mencukupinya sebagai zakat. Dan bagi yang memberikan wajib, mengeluarkan zakat lagi
( yang kedua ). Jika dirinya tidak menjelaskan (pada waktu memberinya) bahwa
itu zakat yang didahulukan (ta’jiluz zakat) maka ia tidak boelh meminta kembali
(yang telah diberikan) namun apabila ia waktu member menyatakan : ini ta’jiluz
zakat maka ia boleh meminta kembali (ganti rugi).
Mas’alah:
Bagaimana hukumnya menyembelih
qurban sebelum shalat idul adha dengan mengi’tikatkan sebagai aqiqoh sedang
maliknya mengatakan qurban?
Jawab:
Menyembelih qurban oleh wakil yang mengi’tikadkan aqiqoh apabila dilakukan
sesudahnya lewatnya kadar dua rokaat dan dua khotbah yang cepat sesudah
terbitnya matahari pada hari qurban maka hukumnya sebagai berikut :
Qurbanya mudhohi
adalah sah, dan I’tikat wakil tidak mempengaruhi niat berqurban.
Kalau
penyembelihannya dilakukan oleh wakil sebelum waktu tersebut, maka qurbannya
mudlohi tidak sah, dan wakil dloman ( mengganti ).
Adapun wakil
yang mengi;tikadkan lain dari niat mudlohi, hukumnnya haram.
Dasar
Pengambilan Dalil:
- Al-anwar, 11/378
الثالث الوقت وهو إذا طلعت الشمش يوم النحر ومضى قدر وكعتين
وخطبتين خفيفتين إلى غروبها من ثالث ايام التشريق ليلا ونهارا ويكره فى اليل فان
ذبح قبل الوقت او بعده لم يكن ضحية ولا يحصل ثوابها بل صدقة ... انتهى
Terjemah:
Yang ketiga
adalah: waktu (penyembelihan qurban) yaitu ketika matahari telah terbit pada
hari qurban dan telah melewati kira-kira dua rokaat dan dua khotbah ‘id yang
ringan sampai terbenamnya matahari dihari tasyri’ yang ketiga ( tanggal 13
dzulhijjah ) baik siang ataupun malam dan makruh menyembelih qurban pada malam
hari. Apabila disembelih sebelum waktunya atau setelahnya, maka tidak dinamakan
qurban, dan tidak mendapatkan pahalanya qurban. Tetapi merupakan sodaqoh.
- Kifayatu al-akhyar, I : 280
والوكيل أمين فيها لايضمن إلا بتقريط، الوكيل أمين فيما وكل
فيه فلايضمن الموكل فيه إذا تلف إلا أن يفرط لأن الموكل استأمنه فيضمنه ينافى
تأمينه كالمودع.
Terjemah:
Wakil adalah orang yang dipercaya
dalam amanat, ia tidak didenda kecuali ia mengabaikan (khianat). Wakil adalah
orang dipercaya dalal sesuatu yang diwakilinya, maka ia tidak perlu mengganti
terhadap kerugian yang diwakilkan ketika rusak, kecuali apabila ia
mengabaikannya. Karena orang yang mewakilkan telah mempercayakan kepada wakil .
maka wakil supaya mengganti kerugian apabila ia meniadakan sifat amanahnya
(kepercayaan) seperti orang yang dititipi.
Mas’alah:
Bagaimana hukumnya memperbaharui
nikah tajdidunikah? Kalau boleh apakah harus membayar mahar lagi?
Jawab:
Hukumnya tajdidunnikah (memperbaharui
nikah) boleh, bertujuan untuk memperindah atau ihtiyat dan tidak termasuk
pengakuan talak (tidak wajib membayar mahar) akan tetapi menurut imam yusuf
al-ardzabili dalam kitab anwar wajib membayar mahar karena sebagai pengakuan
jatuhnya talak.
Dasar Pengambilan
Dalil:
- At-tuhfa, VII : 391
أَنَّ مُجَرَّدَ مُوَافَقَةِ الزَّوْجِ عَلَى صُورَةِ عَقْدٍ
ثَانٍ مَثَلًا لَا يَكُونُ اعْتِرَافًا بِانْقِضَاءِ الْعِصْمَةِ الْأُولَى بَلْ وَلَا
كِنَايَةَ فِيهِ وَهُوَ ظَاهِرٌ إلى أن قال وماهنا فِي مُجَرَّدِ طَلَبٍ مِنْ الزَّوْجِ
لِتَحَمُّلٍ أَوْ احْتِيَاطٍ فَتَأَمَّلْهُ.
Terjemah:
Sesungguhnya tujuan suami melakukan
aqad nikah yang kedua (memperbaharui nikah) bukan merupakan pengakuan habisnya
tanggung jawab atas nikah yang pertama, dan juga bukan merupakan kinayah dari
pengakuan tadi. Dan itu jelas ….s/d … sedangkan apa yang dilakukan suami di
sini (dalam memperbaharui nikah) semata-mata untuk memperindah atau
berhati-hati.
( وَلَوْ تَوَافَقُوا ) أَيْ الزَّوْجُ
وَالْوَلِيُّ وَالزَّوْجَةُ الرَّشِيدَةُ فَالْجَمْعُ بِاعْتِبَارِهَا أَوْ بِاعْتِبَارِ
مَنْ يَنْضَمُّ لِلْفَرِيقَيْنِ غَالِبًا ( عَلَى مَهْرٍ سِرًّا وَأَعْلَنُوا بِزِيَادَةٍ
فَالْمَذْهَبُ وُجُوبُ مَا عُقِدَ بِهِ ) أَوَّلًا إنْ تَكَرَّرَ عَقْدٌ قَلَّ أَوْ
كَثُرَ اتَّحَدَتْ شُهُودُ السِّرِّ وَالْعَلَنِ أَمْ لَا لِأَنَّ الْمَهْرَ إنَّمَا
يَجِبُ بِالْعَقْدِ فَلَمْ يُنْظَرْ لِغَيْرِهِ وَيُؤْخَذُ مِنْ أَنَّ الْعُقُودَ إذَا
تَكَرَّرَتْ اُعْتُبِرَ الْأَوَّلُ مَعَ مَا يَأْتِي أَوَائِلَ الطَّلَاقِ أَنَّ قَوْلَ
الزَّوْجِ لِوَلِيِّ زَوْجَتِهِ زَوِّجْنِي كِنَايَةٌ بِخِلَافِ زَوَّجَهَا فَإِنَّهُ
صَرِيحٌ أَنَّ مُجَرَّدَ مُوَافَقَةِ الزَّوْجِ عَلَى صُورَةِ عَقْدٍ ثَانٍ مَثَلًا
لَا يَكُونُ اعْتِرَافًا بِانْقِضَاءِ الْعِصْمَةِ الْأُولَى بَلْ وَلَا كِنَايَةَ
فِيهِ وَهُوَ ظَاهِرٌ وَلَا يُنَافِيهِ مَا يَأْتِي قُبَيْلَ الْوَلِيمَةِ أَنَّهُ
لَوْ قَالَ كَانَ الثَّانِي تَجْدِيدَ لَفْظٍ لَا عَقْدًا لَمْ يُقْبَلْ لِأَنَّ ذَاكَ
فِي عَقْدَيْنِ لَيْسَ فِي ثَانِيهِمَا طَلَبُ تَجْدِيدٍ وَافَقَ عَلَيْهِ الزَّوْجُ
فَكَانَ الْأَصْلُ اقْتِضَاءَ كُلِّ الْمَهْرِ وَحَكَمْنَا بِوُقُوعِ طَلْقَةٍ لِاسْتِلْزَامِ
الثَّانِي لَهَا ظَاهِرًا وَمَا هُنَا فِي مُجَرَّدِ طَلَبٍ مِنْ الزَّوْجِ لِتَحَمُّلٍ
أَوْ احْتِيَاطٍ فَتَأَمَّلْهُ.[1]
- Al-anwar, II : 156
ولو جدد رجل نكاح زوجته لزمه مهر آخر لأنه إقرار بالفرقة
وينتقض به الطلاق ويحتاج إلى التحليل فى المرة الثالية.
Terjemah:
Jika seorang suami memperbaharui nikah kepada isterinya,
maka wajib member mahar (mas kawin) karena ia mengakui perceraian dan
memperbaharui nikah termasuk merusak cerai/talaq (menjadi suami istri lagi).
Kalau dilakukan sampai tiga kali, maka diperlukan muhalli.
Mas’alah:
Bagaimana mendo’akan kemantenan semoga hidup rukun dan
lekas manunggal, bisa cocok bagaikan tampar. Yang dengan arti satu sama lain
tidak pisah lagi.
Jawab:
Hukumnya sunah
Dasar Pengambilan Dalil:
- Al-futuhat al-robaniyah VI : 76-77
السنة أن يقال له بارك الله لك وبارك عليك وجمع بينكما بخير
( قوله وجمع بينكما بخير) اى بأن تجتمعا على الطاعةوالأمر بالمعروف والنهى عن
المنكر وحسن المعاشرة والموافقة لمايدعو
لدوام الإجتماع وحسن الاستمتاع انتهى .
Terjemah:
Sunnah didoakan dengan doa : mudah-mudahan Allah
memberkahimu dan memberkahi atasmu, dan mengumpulkan antara kamu berdua dengan
baik (pengertian: mengumpulkan diantara kamu berdua) : yaitu; kamu berdua
kumpul atas dasar ta’at (pada Allah), amar ma;ruf nahi munkar, dan baiknya
hidup berumah tangga dan sesuai apa yang didoakan untuk berkumpul/rukun yang
abadi dan mesra.
Mas’alah:
Banyak ulama kita tidak memasukan anak-anaknya kedalam
madrasah-madrasah/ sekolah agama. Kalau mereka wafat, maka kitab-kitabnya akan
menjadi hiasan almari. Bolehkah kita mengikuti cara mereka didalam mendidik
anak-anaknya?
Jawab:
Cara ulama yang tidak memberikan pendidikan agama kepada
putra-putrinya itu tidak boleh di ikuti.
Dasar Pengambilan Dalil:
- Minhaju A-abiddin hal. 20
فاعلم أن هذه المدارس والرباطات بمنزلة حصن حصين يحتصن بها
المجتهدون عن القطاع والسراق وإن الخارج بمنزلة الصحراء تدور فيها فرسان الشيطان
عسكرا فتسلبه أو تستأسره فكيف حاله إذا خرج إلى الصحراء وتمكن العدو منه من كل
جانب يعمل به ماشاء. فإذن ليس لهذا الضيف الا لزوم الحصن.
Terjemah:
Ketahuilah, sesungguhnya madrasah-madrasah dan
pondok-pondok pesantren ini diposisikan sebagai benteng yang kokoh, menjaga
para mujtahid dari sabotase perampok dan pencuri. Dan sesungguhnya yang diluar
itu diposisikan sebagai tanah lapang yang dilewati syaitan-syaitan jalanan yang
siap merampasnya atau menguasainya, maka bagaimana kondisinya jika mereka
keluar ketanah lapang, dan musuh-musuh dengan leluasa dapat berbuat apa saja
yang ia kehendaki. Maka kalau demikian bagi orang yang lemah wajib untuk
menetap dibenteng-benteng pertahanan.
- Al-nashaihu al-diiniyah 62
وأهم مايتوجه على الوالد فى حق أولاده تحسين الآداب
والتربية ليقع تشؤهم على محبة الخير ومعرفة الحق وتعظيم أمور الدين والاستهانة
بأمور الدنيا وإيثار أمور الآخيرة فمن فرط فى تأديب أولاده وحسن تربيتهم وزرع فى
قلوبهم محبة الدنيا وشهواتها وقلة المبالاة بأمور الدين ثم عقوه بعد ذلك فلايلومن
إلانفسه والمفرط أولى بالخسارة فيما ذكرناه.
Terjemah:
Yang terpenting, tantangan orang tua terhadap hak anaknya
adalah memperbaiki Adab dan mendidiknya, agar pertumbuhan anak-anaknya cinta
kebaikan, mengetahui yang hak, mengutamakan urusan agama, mengesampingkan
urusan dunia, dan mengutamakan urusan akhirat. Barang siapa ceroboh mendidik
dan ceroboh dalam kebaikan pendidikannya. Dan menanamkan pada hati anaknya
kecintaan terhadap dunia dan kesenangan dunia, serta kepeduliannya terhadap
urusan agama sangat minim (sedikit) kemudian setelah itu anak berani menenteng
orang tuanya maka jangan menyalahkan siapapun kecuali dirinya sendiri. Orang
yang ceroboh lebih tepat menyandang kerugian. Kebanyakan orang yang berani pada
orang tuanya, keras hatinya di zaman ini penyebabnya adalah ceroboh terhadap
apa yang saya sebutkan tadi.
- Tuhfatu al-murid 117
وحفظ دين ثم نفس مال ثم نسب "ومثلها عقل وعرض قد وجب
والمراد بحفظه صيانته من الكفر وانتهاك حرمة المحرمات ووجوب الواجبات، فانتهاك
حرمة المحرمات أن يفعل المحرمات غير مبال بحرمتها، وانتهاك وجوب الواجبات أن يترك
الواجبات غير مبال بوجوبها. انتهى
Terjemah:
Dan menjaga agama, kemudian diri, harta dan nasab, dan
sesamanya adalah akal dan harga diri adalah hal yang wajib. Yang dimaksud
menjaganya adalah menjaga dari kekufur. Dan menanggulangi haramnya sesuatu yang
haram. Dan wajibnya beberapa kewajiban, maka menanggulangi keharaman yang
dimaksudkan adalah : melakukan keharaman tanpa memperdulikan keharamannya.
Membentengi kewajiban yang dimaksudkan adalah meninggalkan kewajiban tanpa
memperdulikan kewajiban atas hal yang diwajibkan.
- Irsyadu al-Huyaro Fi tahdiri al-Muslimin min madarisi al-nasoro li syeh yusuf al-nabawi.
اعلم أن من أعظم المصائب على الملة الإسلامية والامم
المحمدية ماهو جار فى هذه الأيام فى كثير من بلاد الاسلام من إذخال بعض جهلة
المسلمين أولادهم فى المدارس النصرانية واللغات الأفرانجية، ولايخفى أن ذلك كفر
صريح ، ولا يرضى به الله ولاسيدنا محمد صلى الله عليه وسلم وسيدنا المسيح عليه
السلام.
Terjemah:
Ketahuilah sesungguhnya lebih besar-besarnya musibah atas
agama islam dan umat Muhammad ialah apa yang terjadi dihari-hari ini kebanyakan
dari daerah muslim (Negara islam) yang sebagian kebodohan orang islam adalah memasukan
anak-anaknya kesekolah-sekolah Kristen (nasroni) dan bahasa inggris. s/d ….
Tidak ada ragu0ragu bahwa hal seperti itu jelas kufur dan tidak mendapat ridlo
Allah dan Muhammad Saw dan Nabi Isa as.
- Tanbihu al-anam
ماينبغى التنبيه له لأهل الشركة منع إذخال أولادهم إلى
مكاتب النصارى لأن دخول أولاد المسلمين فى مكاتبهم مما يوجب الإسلاخ من دينهم
بالكلية بإدخالهم الشبهة عليه فى دينهم. انتهى
Terjemah:
Sesuatu yang terbaik mengingatkan baginya bagi semua
masyarakat adalah melarang memasukan anak-anaknya pendidikan orang-orang
Kristen (nasrani). Karena masuknya anak-anak muslim pendidikan mereka (orang
Kristen) hilangnya agamanya secara keseluruhan dengan masuknya anak-anak muslim yang menyerupai
agama mereka (orang-orang Kristen).
Mas’alah:
Ada dua pendapat menurut as-syafi’I tentang batalnya
wudlu bagi orang yang disentuh perempuan lain yang dipermasalahkan : manakah
yang paling utama untuk kita ikuti? Mengikuti pendapat kedua dari imam syafi’I
itu atau pindah madzab lain? Dan bagaimana hukumnya pindah madzab pada waktu
itu?
Jawab:
Mana yang lebih utama, ada dua pendapat:
Pertama : boleh memilih antara qoul tsani
dan pindah madzab lain.
Kedua : lebih baik taqlid pada qoul tsani.
Sedangkan pindah madzab pada
waktu tertentu adalah boleh.
Dasar Pengambilan Dalil:
- Hasyiyah ibnu Hajar ala al-adloh fi manasiki al-hajj li al-nawawi, hal. 236
وفى الملموس قولان للشافعى رحمه الله، أصحهما عند أكثر
أصحابه أنه ينتقض وضؤءه وهو نصه فى أكثر كتبه. والثانى لا ينتقض وضوءه واختاره
جماعة قليلة فى اصحابه والمختار الاول.
Terjemah:
Yang asoh dan kedua pendapat menurut kebanyakan santrinya
(sahabatnya) hal itu merusakan (membatalkan) wudlunya. Pendapat itu merupakan
nash dari imam syafi’I dalam kebanyakan kitabnya sedangkan pendapat kedua tidak
membatalkan wudlunya dan pendapat ini dipilih oleh kelompok kecil dari
santrinya. Yang muhtar (terpilih) adalah pendapat yang pertama.
- Bughyatul Mustarsyiddin, 9
يجوز تقليد ملتزم مذهب الشافعى غير مذهبه أو المرجو للضرورة
اى المشقة التى لا تحتمل عادة. وفى سبعة كتب مفيدة ص مانصه : واعلم أن الأصح من
كلام المتأخرين كالشيخ ابن حجر وغيره أنه يجوز الإستقال من مذهب إلى مذهب من
المذاهب المدوية ولو لمجرد التشهى سواء إنتقل دواما أو بعض الحادثات.
Terjemah:
Boleh taqlid (mengikuti) bagi yang tetap yang tetap
madzab imam syafi’I pada selain madzabnya, atau pada pendapat yang marjuh
karena dhorurot. Artinya masyakot (sulit) yang tidak menjadikan kebiasaan.
Dalam kitab sab’atul kutubi almufidah di jelaskan : ketahuilah sesungguhnya
yang ashoh menurut pendapat ulama mutaakhirin (yang akhir-akhir) seperti syekh
ibnu hajar dan lainnya. Yaitu boleh pindah madzab kemadzab lain dari beberapa
madzab yang telah dibukukan, meskipun hanya untuk keinginan, baik pindahnya itu
untuk selamanya atau didalam sebagian kejadian.
- Sab’atu Kutubi al-mustafidah, hal. 160 (belum ditulis)
Terjemah:
Yang ashoh, sesungguhnya orang awab (al-am) boleh memilih
antara mengikuti pendapat orang yang dikendaki meskipun pendapat yang diungguli
disisinya, padahal ada yang lebih afdlol. Selama ia tidak berturut-turut
mengikuti yang ringan (rukhsoh) bahkan meskipun berturut-turut (juga boleh )
menurut apa yang dikatakan oleh imam izzuddin bin ‘abdi salam dan lain-lainnya.
- Hamisy I’anatu al-Tholibin, II : 59
وقال السيوطي: كثيرا ما يقول أصحابنا بتقليد أبي حنيفة في هذه
المسألة، إذ هو قول للشافعي قام الدليل على رجحانه. وحينئذ تقليد أحد هذين القولين
أولى من تقليد أبي حنيفة.[2]
Terjemah:
Dengan
demikian, mengikuti salah satu dari dua pendapat ini lebih baik dari mengikuti
madzab abi hanifah.
- Al-Fawaidu Al-Madaniyah al-Qubro (belum ditulis)
Terjemah:
Mengikuti
pendapat atau wajah dhoif didalam
madzabnya dengan syarat-syaratnya, itu lebih utama dari pada mengikuti
madzab-madzab lain, karena mengumpulkan sarat-saratnya.
- Jam’ur Risalatain Fi ta’addudil Jum’atain, hal. 14 (belum ditulis)
Terjemah:
Taqlid
(mengikuti) pendapat qoul qodim itu lebih baik dari pada mengikuti madzab yang
berbeda dengan (madzabnya). Karena itu memerlukan menjaga madzab yang
diikutinya. Dalam wudlu, mandi dan semua syarat-syarat. Hal ini sulit bagi
selain yang mengetahui. Maka berpegang teguh kepada pendapat-pendapat imanya
yang dhoif itu lebih baik dari pada
keluar menuju madzab yang lain.
Mas’alah:
Andaikann
jam’iyah NU baik di tingkat cabang wilayah atau pengurus besar membuat suatu
ketentuan : bahwa semua anggota DPR/DPRD yang dicalonkan oleh jam’iyah NU
apabila telah dilantik maka diwajibkan member dana kepada jam;iyah sekian
persen dari penghasilan bulanan anggota DPR/DPRD.
Pertanyaan:
Apakah
ketentuan semacam itu menjadi wajib syar’an yang harus di taati dengan
pengertian yusabu ‘ala failihi wayu ‘aqobu ‘ala tarkihi?
Jawab:
Hukumnya
anggota DPR menetapi janji kepada jam’iyah NU itu wajib syar’an sebab :
termasuk isti’jar al manafi’ atau iqrar Min babi wujubi itha’ati ulil amri.
Dasar
Pengambilan Dalil:
- Al-I’anatu al-tholibin, III : 109.
Terjemah:
Betul berlaku baginya menjual
belikan hak melewati. Hal ini usaha memiliki kemanfaatan dengan ganti rugi yang
jelas (ma’lum). Sesungguhnya itu bukan murni jual beli tetapi disitu berbau
sewa. Dikatakan jual beli karena memandang sighotnya (transaksinya) semata dan
dikatakan sewa/kontrak menurut artinya …..s/d.. adapun yang terjadi bagi beban
atau tanggung jawab. Maka syarat didalamnya harus menerima ongkos (seketika)
dalam satu majlis (waktu transaksi).
Mas’alah:
Sama-sama kita ketahui bahwa jenazah
yang tergilas oleh kendaraan mendapat visum dari dokter baik lahir maupun
batin. Sampai-sampai di bedel dada dan otaknya, padahal hal ini terlarang.
Bolehkah kita diam dan tidak berjuang untuk merubah aturan semacam ini?
Jawab:
Tidak boleh, untuk membatasi
kemungkinan- kemungkinan lain, maka perlu adanya usaha-usaha melalui lembaga
perundang-undangan guna meluruskan masalah ini.
Dasar Pengambilan
Dalil:
- Al-Asybah Wannadloir, hal. 107
Terjemah:
Tidak perlu diingkari hal yang masih
dipertentangkan (muktalaf alaih) namun perlu di ingkari hal yang sudah menjadi
kesempatan (mujma’ alaih) yang dilanggar.
- Bughyatul Mustarsyidin, hal. 251
ولا يجوز لأحد التقاعد عن ذالك والتغافل عنه وإن علم أنه
لايفيد
Terjemah:
Tidak boleh bagi seseorang diam diri
terhadap hal tersebut (kemungkaran) dan melupakan dirinya, meskipun diketahui
tidak akan bertindak (sia-sia).
Mas’alah:
Banyak di pedasaan, perkotaan
kegiatan-kegiatan social yang dilakukan oleh umat islam yang dinamakan kumpulan
kematian denghan syarat /perjanjian antara lain:
Tiap anggota
harus membayar Rp. 50,_ tiap bulan
Tiap-tiap anggota
yang meninggal dunia mendapat belanja kematian rata-rata Rp. 2000,-
Pertanyaan:
Bagi anggota yang sudah lama, sudah
barang tentu jumlah uang yang dibayarkan tiap bulan tadi cukup banyak misalnya.
Misalnya Rp. 5000,- tetapi anadaikata anggota tersebut wafat tentunya dia hanya
mendapat bantuan belanja kematian dari
kumpulan tadi sebesar Rp. 2000,- sehingga menurut perhitungan uang anggota
tersebut masih sisa Rp. 3000,-
Uang sisa tadi
menjadi milik siapa?
Bagi anggota yang
masih baru sudah barang tentu uang yang dibayarkan kepada kumpulan masih
sedikit, misalnya Rp. 500,- tetapi andaikata dia wafat maka tentu akan mendapat
belanja kematian sebanyak Rp. 2000,-
Uang tambahan ini
milik siapa?
Jawab:
Uang tersebut milik jam’iyyah.
Dasar
Pengambilan dalil:
- Dalilu al-falihin jilid. II : 576-577
Terjemah:
Dari abi musa al-as’ari Ra. Ia
berkata : Rosulullah Saw, bersabda: sesungguhnya golongan as’ari kehabisan
bekal di pertempuran, atau semakin menipis makanan keluarganya dikota
(madinah). Maka mereka semua mengumpulkan apa yang ada disisinya pada pakaian
satu, kemudian membaginya diantara mereka semua dengan sama dalam satu tempat.
Mereka semua golongan saya dan saya adalah termasuk dari golongan mereka. (HR.
mutafaq alaih).
- Takmilah al-majmu’, XIII : 155
Terjemah:
Terkadang dikatakan sesungguhnya
transaksi (ikatan) kepercayaan berlaku selamanya bersama perkumpulan yang
terbagi (giliran) bisa jadi dikatakan perkumpulan ta’awuniyah (tolong menolong)
atas kebaikan , dan berbuat baik untuk menolong teman-teman yang masuk dalam
daftar giliran.
- Asy syarwani, VI : 298
Terjemah:
Adapun hibah ( pemberian) untuk
tujuan /jalan yang umum, maka imam ghozali dala kitab al-wajiz menyakini atas
diperbolehkannya adan imam al-rofi’I diam dalam hal itu. Kemudian ia menyatakan
boleh jika dikatakannya : tujuan yang umum itu menempati kedudukan masjid maka
boleh memberikan hak milik dengan hibah. Seperti bolehnya waqof terhadapnya
maka yang menerima adalah al-Qodhi. Persesuaian menyamakan hibah untuk umum
dengan waqof padanya didalam keafsahanya adalah tidak ada syarat harus diterima.
- Al-jami’lilahkamil Qur’an Qurtubi, hal. 33
Terjemah:
Wahai orang-orang yang beriman
tepatilah dengan janji. Az zujaj berkata artinya : tepatilah kalian semua
dengan janji Allah atas kalian semua dan janji kalian, sebagian diantara kalian
dengan sebagian yang lain
- Riyadlu sl-sholihin wa-syarhi dalailu al-falahin, II : 576-577
Mas’alah:
Bagaimana hukumnya waris gono gini?
Jawab:
Hukumnya boleh
Dasar
Pengambilan Dalil:
- Bughyatul Mustarsyidin, 159
Terjemah:
Telah bercampur harta benda suami
istri dan tidak diketahui milik siapa yang lebih banyak, dan tidak ada
tanda-tanda yang dapat membedakan salah satu dari keduanya, dan telah terjadi
antara keduanya firqoh (cerai) s/d … betul. Apabila telah terjadi kebiasaan/
adat yang berlaku, bahwa salah satu dari keduanya lebih banyak kerjakerasnya
(cara mendapatkannya) daripada satunya, maka perdamaian (suluh) dan saling
member atas sesame. Apabila tidak ada kesepakatan atas sesuatu dari hal
tersebut apa dari harta benda yang berada pada diri suami, maka yang dibenarkan
adalah pendapat suami dengan disertai sumpahnya bahwa itu miliknya. Apabila
harta itu ditangan keduanya maka masing-masing menyumpah yang lainnya kemudian
hartanya dibagi dua.
KEPUTUSAN BAHTSUL MASAIL SYURIAH NU
JAWA TIMUR
DI PP
SALAFIYAH SUKOREJO ASENBAGUS
SITUBONDO
mas’alah:
bolehkah selain mujtahid baik mutlak
maupun muqoyad mengqiyaskan suatu masalah yang terdapat didalam kitab-kitab
fiqih mempunyai persamaan?
Jawab:
Tidak boleh secara mutlak
Dasar
pengambilan Dalil:
- Bughyatul Mustarsyidin
Terjemah:
Telah dijelaskan dalam fatawi ibnu
hajar : dilarang memberi fatwa bagi orang yang membaca kitab belum ahlinya,
kecuali terhadap ilmu (pengetahuan) yang sudah dimengerti dari madzabnya dengan
pengetahuan yang sudah yakin (kebenarannya) seperti wajibnya niat dalam wudlu
dan batalnya wudlu dengan memegang dzakarnya. Benar jika ia nukil (mengambil)
hukum dari mufti lain dari kitab yang sudah dipercaya maka itu boleh dan itu
pemindahan pendapat bukan member fatwa. Dan tidak boleh bagi dirinya member
fatwa terhadap sesuati yang tidak ditemukan bentuk tertulis meskipun ditemukan
persamaannya. Dengan demikian orang yang mahir betul dalam fiqih ialah orang
yang menguasai ilmu ushulnya imam mereka pada setiap bab, dan ia masuk
tingkatan ashabil wujuh 9orang-orang yang punya hak pendapat yang sah). Dan ini
sudah putus sejak 400 tahun yang lalu (tidak ada generasi penggantinya).
Mas’alah:
Ada orang berdomisilir di malang
umpanya kemudian ia meninggal di Surabaya. Lalu mayatnya sebelum di sholati di
Surabaya (tempat tinggal) di bawa ke malang (tempat ia berdomisili). Bagaimana
memindah mayat yang belum disholati itu dari rempat tinggal?
Jawab:
Ada perbedaan pendapat antara imam
baghowi yang mengatakan makruh dan imam mutawalli yang mengatakan haram.
Dasar Pengambilan
Dalil:
- Al-Mahali, I : 351-352
Terjemah:
Haram memindah mayit sebelum di
qubur dari daerah mayitnya kedaerah lain untuk dikubur disitu. Sebaian pendapat
mengatakan makruh kecuali jika dekat dengan makkah, madinah atau baitul
muqoddas. Maka sebaiknya dipindah kesana ada keutamaan mengubur disana, hal ini
sesuai nashnya imam syafi’I. dan imam baghowi, dan lainnya mengatakan makruh
seperti imam mutawalli dan lainnya mengatakan haram (memindah).
Mas’alah:
Banyak terjadi di kota-kota terutama
di kota-kota besar pesawat telpon yang di sediakan untuk umum, siapa saja bisa
memakai (menggunakan) asal ia memasukan uang logam Rp. 50 umpanya kedalam
tempat yang disediakan (sudah barang tentu uang itu lepas dari milik orang yang
memasukkan ). Kemudian uang tersebut dimiliki oleh pemilik pesawat telepon
(Telkom dan sebagainya ). Demikian itu dapatkah di benarkan menurut syasi’at
dan termasuk mu’amalah apakah itu?
Jawab :
Adalah mu’amalah ijaroh shohihah
(aqad sewa yang sah ) .
Dasar
Pengambilan Dalil:
- Mughni al-Muhtaj
وَالْكِتَابَةُ بِالْبَيْعِ وَنَحْوِهِ عَلَى نَحْوِ لَوْحٍ
أَوْ وَرَقٍ أَوْ أَرْضٍ كِنَايَةٌ.
Terjemah:
Jual beli atau sesamanya dengan cara
(transaksi) menggunakan tulisan pada papan, kertas, atau tanah adalah cukup
(dianggap sah).
فَإِنْ قَالَ : بِعْ وَأَشْهِدْ لَمْ يَكُنْ الْإِشْهَادُ شَرْطًا
صَرَّحَ بِذَلِكَ الْمَرْعَشِيُّ ، وَاقْتَضَاهُ كَلَامُ غَيْرِهِ وَالْكِتَابَةُ بِالْبَيْعِ
وَنَحْوِهِ عَلَى نَحْوِ لَوْحٍ أَوْ وَرَقٍ أَوْ أَرْضٍ كِنَايَةٌ فِي ذَلِكَ ، فَيَنْعَقِدُ
بِهَا مَعَ النِّيَّةِ بِخِلَافِ الْكِتَابَةِ عَلَى الْمَائِعِ وَنَحْوِهِ كَالْهَوَاءِ
، فَإِنَّهُ لَا يَكُونُ كِنَايَةً لِأَنَّهَا لَا تَثْبُتُ ، وَيُشْتَرَطُ الْقَبُولُ
مِنْ الْمَكْتُوبِ إلَيْهِ حَالَ الِاطِّلَاعِ لِيَقْتَرِنَ بِالْإِيجَابِ بِقَدْرِ
الْإِمْكَانِ .[3]
Mas’alah :
Dewasa
ini banyak madaris diniyah islamiyah yang hari liburnya hari ahad bukan hari
jum’at. Apakah ini tidak termasuk dalam maqolah :
"من تشبه بقوم فهو منهم "
Sehingga hukumnya haram?
Dan
apabila tidak termasuk dalam maqolah tersebut, sampai dimanakah batas-batas
tasyabbuh yang haram itu?
Jawab:
Jika bertujuan untuk syi’ar kafir
maka haram dan apabila tidak ada tujuan sama sekali maka hukumnya makruh.
Dasar
Pengambilan Dalil:
- Ahkamu Fuqoha 1/25 masalah no. 33
Terjemah:
Ketika berpakaian
(tingkah laku ) menyerupai orang kafir, untuk syi’ar kekafirannya maka ia kafir
dengan pasti ….s/d … seandainya tidak bertujuan menyerupai mereka sama sekali
tidak apa-apa baginya tetapi itu makruh.
- Ahkamu Fuqoha 11/239
Terjemah:
Apa pengertian tasabuh (menyerupai) pada sabda Nabi Saw : “ barang
siapa yang menyerupai kaum, maka dia dari golongannya” di zaman sekarang. Yaitu
maksudnya seperti yang ada pada fathul barri.
- Fathu Al-Barri, X : 273
Terjemah:
Syekh Abu
Muhammad bin Abi Hamzah berkata menurut dhoirnya lafadz adalah melarang
menyerupai pada setiap sesuatu (dari kafir) begitu juga dalil-dalil lain
mengatakan. Maksudnya menyerupai (orang-orang kafir yang dihukumi haram) adalah
menyerupai dalam pakaian, hiasan, sifat-sifatnya dan sesamanya bukan menyerupai
dalam urusan kebaikan.
Mas’alah:
Bagaimana hukumnya mengembala
binatang di maqbaroh dan bagaimana juga hukumnya makan di maqbaroh?
Jawab
:
Memasukan binatang di kuburan itu
haram kalau kuatir mengotori dan menajisi. Kalau tidak hukumnya makruh.
Dasar
Pengambilan Dalil:
- Bughya al-Murtasyidin, hal. 94
Terjemah
:
Memasukkan
binatang ketanah kuburan dan menginjaknya kuburan itu sangat makruhnya di
banding kemakruhan orang (anak adam) menginjak dengan dirinya sendir. Dan
banyak ulama yang berpendapat haram duduk-duduk diatasnya, karena dasar hadits
muslim, jumhurul ulama mengartikan haram duduk diatas kubur itu untuk qodli
hajat (kencing / berak). Tidak ada keraguan bagi orang yang melihat hewan
piaraan kencing diatas kuburan wajib mencegahnya, meskipun binatang itu bukan
mukallafah (terbebani hukum) tapi orang yang melihat adalah mukalaf. Menjadi
sangat parah kemakruhannya bila kuburan itu milik orang terkenal/tokoh dengan
kekuasaan atau keilmuan (ulama), apalagi dia terkenal dari keduanya (alim juga
penguasa) seperti syekh isma’il al-hadromiy, bahkan dihawatirkan hal itu
(pelakunya) termasuk penentang yang boleh diperangi menurut hadits Quds, karena
mayat akan merasa sakit seperti sakitnya orang yang hidup. Adapun menjadikan
temapat makamnya binatang dikuburan, makan-makanan dikuburan dan menyibukkan
sesuatu dari makan di kubur itu haram secara mutlaq.
Mas’alah
:
Bolehkah kita tetap diam tentang
adanya komplek/tempat pelacuran yang rumahnya dibangun begitu rupa?
Jawab
:
Tidak Boleh
Dasar
Pengambilan Dalil:
- Hadits Nabi Saw
Terjemah:
Dalam hadits
disebutkan : barang siapa diantara kalian melihat kemungkaran maka rubahlah
dengan tangannya (kekuasaan) jika tidak
mampu maka dengan lisannya, jika tidak mampu maka harus ingkar dalam hatinya,
yang demikian itu adalah lemahnya iman (minimnya orang beriman).
Mas’alah:
Bagaimana
hukumnya menempatkan pengantin di atas pelaminan/kuade sebagaiman yang berlaku
sekarang ?
Jawab :
Boleh Asalkan
tidak mendatangkan munkarot dan aman dari fitnah.
Dasar Pengambilan Dalil:
- Al-ittihaf, VII : 248
ومن المنكر حضور النسوة المنكشفات الوجوه
Terjemah:
Termasuk
kemungkaran adalah datangnya (menampakkannya diri) perempuan-perempuan yang
terbuka wajah-wajahnya.
Mas’alah :
Ada sebagian
tanah yang diwakafkan untuk kuburan sedangkan hasilnya diwakafkan ke madrasah
mengingat kebutuhan yang mendesak kemudian tanah tersebut dijual dengan harga
yang mahal (letaknya dikota). Kemudian hasil penjualnya di belikan untuk ganti
kuburan yang asli. Sedangkan kelebihannya uangnya untuk madrasah termasuk
kesejahteraan guru . Bagaimanakah hukumnya penjualan tanah tersebut dan
bagaimana pula hukumnya pergantian tanah kuburan itu?
Jawab:
Tidak boleh dan
tidak sah.
Dasar Pengambilan Dalil:
- Raudlotu al-tholibin, IV : 438 – 439 dan III : 175
Mas’alah :
Ada orang kawin
setelah dukhul (bersetubuh) kemudian cerai (thalaq) dalam keadaan belum
mempunyai anak. Kemudian zaujul mutholliq (suami yang pertama) kawin lagi
dengan perempuan lain dan mempunyai anak laki-laki. Sedangkan zaujat muthollaqoh
juga kawin lagi dengan laki-laki lain dan mempunyai anak perempuan. Kemudian
anak laki-laki dari zaujul mutholiq kawin dengan anak perempuan dari zaujat
muthollaqoh. Apakah pernikahan itu sah atau tidak ? dan apakah anak perempuan
istri yang dithalaq itu tidak termasuk rabibah dari suami yang menalaq?
Jawab :
Anak perempuan
dari istri yang ditalaq termasuk rabibah dari suami yang menalaq.
Dasar Pengambilan Dalil:
- I’anatut Tholibbin, III : 292
بزيادة (قوله: بخلاف أمها) أي فإنها تحرم، ولو لم يطأها، لكن
بشرط صحة العقد عند عدم الدخول، كما تقدم (قوله: ولا تحرم بنت زوج الام) أي على ابن
الزوجة، وهذا يعلم من قوله وكذا فصلها، أي الزوجة. ومثلها أم الزوج فلا تحرم على ابن
زوجته. (قوله: ولا أم زوجة الاب) أي ولا تحرم أم زوجة أبيه عليه وهذا يعلم
من قوله تحرم زوجة أصل، ومثلها بنت زوجة أبيه فلا تحرم عليه.
(وقوله: والابن معطوف على الاب) أي
ولا يحرم أم زوجة ابنه، ومثلها بنت زوجة ابنه. وهذا يعلم من قوله وزوجة فصل. (والحاصل)
لا تحرم بنت زوج الام ولا أمه ولا بنت زوج البنت ولا أمه ولا أم زوجة الاب ولابنتها
ولا أم زوجة الابن ولابنتها ولا زوجة الربيب ولا زوجة الراب وهو زوج الام لانه يربيه
غالبا (قوله: ومن وطئ امرأة) أي ولو في الدبر أو القبل ولم تزل البكارة. ومثل الوطئ استدخالها
ماء السيد المحترم حال خروجه أو ماء الاجنبي بشبهة.
ويشترط في الواطئ أن يكون حيا، وأن يكون واضحا، وخرج بالاول
الميت فلا تحريم باستدخالها ذكره، وبالثاني الخنثى فلا أثر لوطئه لاحتمال زيادة ما
أولج به وخرج بقوله وطئ ما إذا باشرها بغير وطئ فلا تحرم (قوله: بملك) الباء سببية
متعلقة بوطئ (قوله: أو شبهة منه) أي أو بسبب شبهة حاصلة من الواطئ، سواء وجد منها شبهة
أيضا أم لا.[4]
Terjemah :
Tidak haram
dinikah anak perempuan suami ibu bagi anak istrinya (antara anak gawan suami
istri) hal ini diketahui dari kata-kata pengarang : begitu juga memisahkan
istri, begitu juga ibunya suami tidak haram bagi anak laki-laki istriya.
(kata-kata dan tidak haram ibu dari isrtinya ayah) yakni tidak haram dinikah :
yaitu ibu dari istrinya ayah bagi orang anaknya ayah. Hal ini diketahui dari
kata-kata mushonif , haram istrinya orang tua, begitu juga haram istrinya
ayahnya sendiri (ibu tiri) maka bagi anaknya ayah tidak haram …s/d … al-hasil :
tidak haram dinikah anak perempuan dari suaminya ibu (anaknya ayah tiri) dan
juga ibunya. Dan tidak haram dinikah anak perempuan suaminya anak perempuan,
dan ibunya, dan juga ibu dari istrinya ayah, dan anak perempuannya. Dan juga
tidak haram ibu dari istri anak laki-laki dan anak perempuannya dan juga tidak
haram istri anak angkat dan istri dari majikan meskipun dia suaminya ibu,
karena dia yang meramutnya secara umum.
Mas’alah :
Seseorang
bernadzar akan menyerahkan waqof kepada masjid berupa sebagian tanah yang
sedang dipersengketakan (tanah diakui oleh orang lain) dan nadzarnya sudah
diucapkan kepada seorang kyai yang menjadi pengurus ta’mir masjid tersebut,
sedangkan mengenai nadzar yang diucapkan itu dia dalam keadaan panic, susah,
dan bingung. Katanya : kalau perkara tanah itu menang, maka yang sebagian saya
waqofkan untuk masjid, seolah-olah dia dalam keadaan tidak sadar. Berhubung
masih dalam keadaan perkara maka yang diberikan kepada masjid itu yang sebagian
dari hasilnya. Kemudian orang itu meninggal dunia sebelum perkaranya
diputuskan. Setelah beberapa bulan, keputusan perkara itu menang.
Pertanyaan :
Apakah nadzarnya
itu dianggap sah yang harus dilaksanakan, ataukah tidak?
Kalau sah kemudian ahli warisnya tidak melaksanakan. Apakah ahli
waris termasuk makan barang haram ataukah tidak?
Jawab :
Bahwa nadzar
sebagaimana tersebut diatas, adalah sah hukumnya, tetapi batal, karena matinya
sinadzir sebelum terwujudnya sifat mu’alaq alaih.
Dasar Pengambilan Dalil:
- Bughyatul Mustarsyidin, 269 – 270
Terjemah:
(mas’alah ba-kaf)
ulama berbeda pendapat dalam diperbolehkannya menasarufkan nadzar yang
digantungkan dengan sifat yang belum wujud. Syekh zakariya memperbolehkan yang
diikuti oleh imam Romli. Abu mahrom dan ibnu hajar juga setuju dalam penjelasan
kitab I’ab dan seterusnya ….
Mas’alah :
Ada seseorang
kawin dua. Istri yang pertama mempunyai anak banyak (laki-laki dan perempuan),
sedangkan istri yang kedua tidak mempunyai anak sama sekali. Pada waktu masih
sehat, ia berwasiat kepada istri mudanya, katanya : engkau jangan mengharapkan
barang warisan dariku karena aku mempunyai anak banyak. Dan nanti terserah
engkau, kalau diberi engkau terima, kalau tidak jangan menuntut. Kemudian
setelah beberapa tahun, ia meninggal dunia.
Pertanyaan :
Apakah wasiat itu
dilaksanakan atau tidak?
Jawab :
Mas’alah tersebut
tidak termasuk wasiat, sebab tidak sesuai dengan haqiqot ta’riful (definisi
wasiat).
Dasar Pengambilan Dalil:
- Al-jamal ala minhaj, IV : 40
االوصية تبرع بحق مضاف ولو تقديرا لما بعد الموت، .... سد
عكن فلا كسانأن إسقاط الحق ترسراه كفدا الزوجة الثانية بعد موت الزوج.
Terjemah :
Wasiat adalah
ibadah dengan hak yang disandarkan setelah mati tasarufnya walaupun hanya
kira-kira, … sedangkan pelaksanaan soasial isqot (menggugurkan) haq diserahkan
kepada istri kedua setelah matinya suami.
Mas’alah :
Ada seseorang
memberikan / hibah tanah atau rumah kepada anak cucunya, tetapi tidak dengan
ijab qobul (tanpa sgihot) hanya dengan petok yang diubah dikeluarkan, sedangkan
penghasilannya masih dikuasai oleh wahib hingga wafat. Dan saksinya tidak ada
kecuali pak lurah yang mengubah petok tersebut. Apakah hibah tersebut dianggap
sah oleh syara’ ataukah tidak?
Dan kalau tidak
sah, apakah tidak kembali menjadi tinggalan bagi si mayit yang harus dibagi
kepada ahli waris menurut bagiannya masing-masing.
Jawab:
Bahwa hukumnya
hibah yang termaksud dalam mas’alah ini menurut qoul yang ashoh adalah tidak
sah, karena tidak mempunyai syarat hibah, kecuali kalau anak (mauhub lah) masih
belum pandai (qoblarrsydi), karena wahib bisa tawallitthosofain sedangkan
menurut muqobilul ashoh, hukumnya sah.
Dasar Pengambilan Dalil:
- I’anatu al-Tholibin, III : 143
ولو قال جعلته له، صار ملكه، لان هبته له، لا تقتضي قبولا، بخلاف
ما لو جعله لبالغ، هذا إن اكتفينا بأحد الشفين من الوالد، فإن لم نكتف به، وهو الاصح،
لم يصرح ملكه.
Terjemah:
Jika seseorang berkata : ini saya
jadikan miliknya, maka sah menjadi miliknya (yang dituju). Karena hibahnya
(pemberiannya ) tidak harus diterima secara lisan. Lain halnya jika dijadikan
untuk yang tidak baligh. Hal ini kalau kita mengambil yang singkat dari salah
satu sisi orang tua. Meskipun kita tidak menganggap cukup, itu yang lebih ashoh
dan tidak membahayakan.
قال ع ش: وذلك لاحتمال أن يكون الاجنبي وكله مثلا في شرائها
له ومثله ولده الرشيد، وأن يكون تملكها لغير الرشيد من مال نفسه أو مال المحجور عليه
اه (قوله: ولو قال جعلت هذا لابني الخ) عبارة الروض وشرحه، فإن غرس شجرا وقال عنده،
أي عند غرسه، اغرسه لطفلي، لم يملكه، ولو قال جعلته له، صار ملكه، لان هبته له، لا
تقتضي قبولا، بخلاف ما لو جعله لبالغ، هذا إن اكتفينا بأحد الشفين من الوالد، فإن لم
نكتف به، وهو الاصح، لم يصرح ملكه.[5]
Mas’alah:
Mana yang lebih
sunat mendahulukan basmalallah sebelum salam ataukah sebaliknya?
Jawab :
Tidak sunah
membaca basmalah sebelum salam, karena salam itu sebagian dari perkara yang
tidak dijalankan dengan membaca bismillah.
Dan jika membaca bismillah, maka putuslah kesunatan salam.
Dasar Pengambilan Dalil:
- Adzkar An-Nawawi, hal. 168
Terjemah:
(fasal) yang sunah orang salam itu mulainya sebelum bicara apa-apa
…s/d …. Salam adalah sebelum berbicara. Karena salam adalah penghormatan yang
dibuat permulaan. Sunahnya tidak ada jika sudah dimulai dengan bicara dahulu.
Seperti sunahnya tahuyatul masjid, sebelum melakukan apa-apa.
Mas’alah:
Bagaimana
hukumnya pal dengan Al-Qur’anul Karim?
Jawab :
Menggunakan pal
al-Qur’anul karim hukumya makruh.
Dasar Pengambilan Dalil:
- Fatawi Haditsiya, hal. 197
Terjemah:
Makruh mengambil
fal dari al-Qur’an (mushaf) menurut mayoritas ulama madzab malikiyah menghukumi
haram.
Mas’alah :
Siapakah yang
harus melaksankan iqomahtul hudud, seperti zina, tarikussholah? Sehubungan
dengan diwenagkannya peradilan agama dinegara Indonesia. Lalu bagi orang yang
bermurah diri untuk menerima sangsi hukuman (iqomatul hudud) dengan cara taubat
yang bagaimana dia terlepas dari tuntutan dosa di akhirat kelak dalam hal yang
belum ada pelaksanaannya?
Jawab:
Iqomatul had
mauquf, hanya cara tauat. Oleh karena tidak bias iqomatul had, maka cukup
dengan taubat nashuha
Dasar Pengambilan Dalil:
- Bughyatu al-Mustarsyiddin, hal. 249
Terjemah:
Tidak cukup
taubatnya orang yang zina atau membunuh dengan menyerahkan dirinya untuk di
had. Walaupun menetapkan taubatnya didepan hakim, bahkan (taubat) penyerahan
diri tidak cukup dalam melepaskan diri dari hal-hak adami yang wajib. Syah
taubatnya dalam hak-hak Allah ketika ada penyesalan dan kemaksiatan hak taubat
bahkan harus melepaskan diri (keluar) dari kemaksiatan tersebut.
Mas’alah:
Bagaimana
hukumnya orang bukan islam di Indonesia (cian atau lainnya) termasuk kategore
apa, dzimi mu’ahad ataukah musta’man?
Jawab:
Hukumnya orang
non muslim di Indonesia kalau asalnya islam, maka murtad. Dan kalau tidak, maka
bukan dzimi, bukan mu’ahad dan bukan musta’man.
Dasar Pengambilan :
- Kasyifatu al-syaja, hal. 32 – 33
Terjemah:
Dzimmi adalah :
orang yang mengadakan perjanjian membayar pajak dengan imam atau naibnya dan
patuh terhadap hukum-hukum islam, mu’ahad adalah: orang yang mengadakan perjanjian
damai dengan imam atau naibnya dari golongan musuh (harbi) untuk meninggalkan
pertempuran (genjatan sejata) selama empat bulan dan sepuluh tahun dengan
adanya ganti atau selainnya yang sampai pada kita. Mu’mandi dan sholat adalah :
orang yang mengadakan perjanjian aman dengan sebagian orang islam hanya dalam
masa empat bulan.
Mas’alah:
Bagaimana
hukumnya seorang islam yang mengatakan kata-kata mengkufurkan, memurtadkan atau
dapat menyesatkan orang islam. Seperti perkataan “semua agama sama” islam tidak
mengatur soal keduniaan dan lain-lain. Murtad ataukah tidak?
Jawab:
Ditafsil. Kalau
perkataan itu dari orang bodoh yang udzur, maka hukumnya tidak, akan tetapi
ma’siyat, jika tidak niat istihza dan istihfaf.
Dasar Pengambilan:
- Bughyatu al-Mustarsyiddin, hal. 297
Terjemah:
Sesungguhnya
orang yang bodoh dan yang salah dari umat ini (umat Muhammad), tidak ada
setelah masuk islamnya, hal-hal yang dapat mengkufurkan sehingga jelaslah
hujjah baginya sesuatu yang tidak ada keserupaan yang dapat diampuni.
Mas’alah:
Bagaimana
hukumnya orang wajib menunaikan menurut ilmu-ilmu fardlu ain. Dia sebelum
menuntut ilmu-ilmu fardlu ain sudah pindah menuntut ilmu-ilmu fardlu kifayah
apalagi ilmu yang di sunahkan. Boleh atau tidak?
Jawab :
Hukumnya
haram/termasuk dosa besar.
Dasar Pengambilan:
- At-Tuhfah (syarwani), IV : 309
يَنْبَغِي أَنْ يَكُونَ مِنْ الْكَبَائِرِ تَرْكُ تَعَلُّمِ
مَا يَتَوَقَّفُ عَلَيْهِ صِحَّةُ مَا هُوَ فَرْضُ عَيْنٍ عَلَيْهِ لَكِنْ مِنْ الْمَسَائِلِ
الظَّاهِرَةِ لَا الْخَفِيَّةِ.
Terjemah:
Termasuk dosa besar tidak
mempelajari perkara yang mensahkan fardu ‘ain dalam masalah-masalah yang jelas
tidak yang samar.
يَنْبَغِي أَنْ يَكُونَ مِنْ الْكَبَائِرِ تَرْكُ تَعَلُّمِ
مَا يَتَوَقَّفُ عَلَيْهِ صِحَّةُ مَا هُوَ فَرْضُ عَيْنٍ عَلَيْهِ لَكِنْ مِنْ الْمَسَائِلِ
الظَّاهِرَةِ لَا الْخَفِيَّةِ نَعَمْ مَرَّ أَنَّهُ لَوْ اعْتَقَدَ أَنَّ كُلَّ أَفْعَالِ
نَحْوِ الصَّلَاةِ أَوْ الْوُضُوءِ فَرْضٌ أَوْ بَعْضَهَا فَرْضٌ وَلَمْ يَقْصِدْ بِفَرْضٍ
مُعَيَّنٍ النَّفْلِيَّةَ صَحَّ وَحِينَئِذٍ فَهَلْ تَرْكُ تَعَلُّمِ مَا ذُكِرَ كَبِيرَةٌ
أَيْضًا أَوْ لَا ؟ لِلنَّظَرِ فِيهِ مَجَالٌ وَالْوَجْهُ أَنَّهُ غَيْرُ كَبِيرَةٍ
لِصِحَّةِ عِبَادَاتِهِ مَعَ تَرْكِهِ ، وَأَمَّا إفْتَاءُ شَيْخِنَا بِأَنَّ مَنْ
لَمْ يَعْرِفْ بَعْضَ أَرْكَانِ أَوْ شُرُوطِ نَحْوِ الْوُضُوءِ أَوْ الصَّلَاةِ لَا
تُقْبَلُ شَهَادَتُهُ فَيَتَعَيَّنُ حَمْلُهُ عَلَى غَيْرِ هَذَيْنِ الْقِسْمَيْنِ
لِئَلَّا يَلْزَمَ عَلَى ذَلِكَ تَفْسِيقُ الْعَوَامّ وَعَدَمُ قَبُولِ شَهَادَةِ أَحَدٍ
مِنْهُمْ وَهُوَ خِلَافُ الْإِجْمَاعِ الْفِعْلِيِّ بَلْ صَرَّحَ.[6]
Mas’alah:
Ada hadits yang
di keluar oleh imam Muslim :
إذا أن يكون بغير امام مات ميتة جاهلية، ومن نزع يده من
طاعته جاء يوم القيامة لا حجة له.
Pertanyaan:
Untuk
menghindari, maka perlu mengetahui siapa yang dimaksudkan imam dalam hadits
tersebut?
Jawab:
Yang dimaksud
imam dalam hadits tersebut adalah melalui salah satu tiga jalan yaitu:
بيعة أهل الحل والعقد
باستخلاق إمام قبله
باستيلاء ذى الشوكة
Dasar Pengambilan:
- Bughyatut al-Mustarsyiddin. Hal. 247
Terjemah:
Sah menjadikan
imam dengan bai’atnya ahli halli wal aqdi dari ulama pemimpin, dan tokoh
masyarakat yang bersepakat atau dengan penggantian dari imamsebelumnya atau
dengan pengangkatan orang yang berkuasa walaupun tidak memenuhi sarat.
Mas’alah:
Darimana asalnya
pelaksanaan rukat itu? Dan bagaimana hukumnya?
Jawab:
Ditafsil : boleh,
jika dimaksudkan untuk mendekatkan diri kepada Allah dan suci dari hal-hal yang
dilarang. Haram, jika tidak dimaksudkan untuk mendekatkan diri kepada Allah dan
mengandung larangan agama. Kufur, jika dimaksudkan untuk menyembah kepada
selain Allah.
Dasar Pengambilan:
- I’anatut Tholibbin. Hal. 349
Terjemah:
Apabila
mensodaqohkan makanan tersebut dengan tujuan mendekatkan diri (taqorub) pada
Allah agar terhindar dari kejahatan jin maka tidak haram karena tidak ada
taqorrub pada selain Allah, apabila ditujukan pada jin maka haram hukumnya.
Bahkan apabila bertujuan mengagungkan dan menyembah pada selain Allah maka
kufur karena diqiyaskan pada nashnya dalam masalah penyembelihan (dzabbi).
Mas’alah :
Berhubung masa sekarang tidak sedikit orang yang tidak menyebabkan
tidak sahnya sholat jum’ah ikut melakukan sholat jum’ah terutama di
masjid-masjid kota, sedangkan pada umumnya mereka itu tidak mengerti/tidak
memperhatikan apakah takbirotul ihrom mereka itu sesudah takbirotul ihromnya orang
yang menyebabkan sahnya sholat jum’ah. Maka bagaimanakah hukumnya sholat
seseorang yang menyebabkan tidak sahnya sholat jum’ah seperti tersebut di atas
?
Jawab :
Terdapat perbedaan pendapat diantara ulama’ : sebagian mengatakan
sah, dan sebagian lagi mengatakan tidak.
Dasar pengambilan :
- Al-Hawasyi Al-Madaniyah. II. 40
Terjemah :
Imam Khotib dan Imam Romli berpendapat bahwa yang mu’tamad adalah
tidak menyaratkan sedang Al-Romli menuqil dalam kitab Nihayah dari fatwa
ayahnya, Ibnu Hajar dalam kitab Fathi Al Jawad mengatakan bahwa pendapat
tersebut adalah qoul aujah dan mu’tamad. Di dalam kitab tuhfah tidak
disyaratkan lebih akhirnya pekerjaan mereka (orang yang tidak berkewajiban
sholat jum’ah) dan pekerjaannya orang yang menjadi sahnya sholat jum’ah.
Mas’alah :
Sudah menjadi kebiasaan daerah, jual beli dengan system tebasan
sebelum masak betul dan tidak langsung dipetik seperti padi, mangga, tebu dan
lain-lainnya. Apakah ada pendapat yang membolehkan ?
Jawab :
Ada, yaitu pendapat Imam Abu Hanifah
Dasar pengambilan :
- Rohmatul Ummah. Hal 138
Terjemah :
Tidak boleh jual beli buah-buahan dan padi sebelum masak betul
dengan tidak mensyaratkan langsung dipetik menurut Imam Malik, Imam Syafi’I dan
Imam Ahmad. Imam Abu Hanifah berkata : jual beli tersebut sah secara mutlak dan
menuntut untuk segera dipetik.
Mas’alah :
Pada suatu waktu datanglah teman saya untuk meminta modal sebesar
lima juta rupiah kepada saya untuk berdagang. Dan teman saya tersebut sanggup
member hasil tetap setiap bulan sekian persen dari modal. Kesanggupan member
hasil tetap tadi bukan atas permintaan saya sebagai pemilik modal, tetapi dari
teman saya tersebut.
Pertanyaan :
Bolehkan menurut hukum Islam saya menerima pemberian hasil tetap
sebagaimana tersebut di atas ?
Jawab :
Hukum menerima pemberian sari orang yang minta modal yang berjanji
akan member persen secara tetap untuk setiap bulannya tidak boleh kecuali kalau
tidak diucapka di dalam aqad.
Dasar pengambilan :
- Al –Mizan. II/72
Mas’alah :
Sudah tersiar berita bahwa syeh di Mekah yang meminta uang dari
jamaah haji, tidak menyembelih binatang pada hari qurban dan hari-hari tasyriq.
Tetapi mereka hanya menyembelim ayam dan ikan sarden. Apakah ada pendapat yang
menganggap cukup penyerahan uang dam tersebut? Dan apakah ada pendapat yang
mencukupkan untuk menyembelih ayam ?
Jawab :
Boleh dan cukup, kecuali kalau diketahui secara yakin bahwa mereka
tidak menyembelih.
Mas’alah :
Terjadi dalam pengadilan agama suatu persidangan syiqoq antara
suami istri lalu mengangkat dua hakim dari pihak suami dan pihak istri menurut
qoul yang kedua sebagai wakil dari hakim/qodli. Dan apabila kedua hakim
tersebut tidak mendapatkan persamaan pendapat, maka hakim mengangkat kedua
hakim lelaki yang terdiri dari pegawai kantor yang bersangkutan, kemudian
apabila kedua hakim yang baru terjadi kedua hakim yang pertama, maka hakim atau
qodli menjatuhkan talaq tanpa persetujuan suami bahkan adakalanya suami tidak
hadir pada persidangan itu.
Pertanyaan :
Dapatkah dibenarkan tindakan hakim yang bersitimbath atas sebagian
ulama’ seperti yang tercantum di dalam kitab Ghoyatut Al-Marom karangan Syeh
Muhyiddin Mufti Makkah?
غاية المرام .............
Jawab :
Hukum tersebut tidak dibenarkan, karena beristimbat pada pendapat
yang tidak terkenal. Masalah tersebut telah dibahas dalam Mu’tamar NU ke XV
Dasar
pengambilan :
- Hasyiah Al-Syarqowi. II. 276
Terjemah
:
Apabila masing-masing antara suami atau istri mengaku/saling menuduh lainnya dan
permasalahannya hampir sama (sama punya alasan) maka seorang qodli wajib
mengangkat hakam (juru runding) diantara keduanya yang dapat diterima kedua belah
pihak. Untuk menyidik perkara keduanya setelah disertai permasalahan dari suami
dan permasalahan dari istri. Dan apa saja yang menyangkut keduanya. Kemudian
hakam supaya melakukan yang lebih maslahat, apakah damai atau cerai. Allah SWT
berfirman, yang artinya : “jika kalian khawatir terjadi syiqoq (perpecahan)
antara keduanya, maka angkatlah juru hakam dari kedua suami dan juru hakam dari
keluarga istri (QS. An-Nisa’ : 35). Disunnahkan keberadaan juru hakam dari
kedua keluarga dengan dasar ayat tersebut. Dan juru hukum dari keluarga itu akan
lebih mengetahui kemaslahatan dari keluarga itu sendiri. Dan juru hakam itu
sebagai wakil dari keluarganya. Bukan sebagai orang yang mengadili seperti
hakim secara umum. Dan pula kondisi seperti itu terkadang mengakibatkan
pertentangan atau perpisahan. Dan budlu’ (kemaluan perempuan) itu hak suami,
dan harta benda itu haknya istri, dan keduanya adalah pandai (yang mengetahui
haknya) maka juru hukum tidak boleh menguasai hak dari keduanya, dan ia di
posisi sebagai wakil. Yaitu juru hakim dari pihak laki-laki mewakili tholaq dan
menerima iwadl (pengganti maskawin yang diberikan istri) dan juru hakam dari
pihak istri sebagai orang yang mewakili menyerahkan iwadz dan menerima tholaq.
Kemudian kedua juru hukum itu disyaratkan harus islam, merdeka, adil dan member
petunjuk pada tujuan pengangkatan dirinya. Dan sunnah kedua juru hakam itu
laki-laki keduanya.
- Ahkamul Fuqoha’. II. 128-129
ولو اشتد ..........
Mas’alah
Bagaimana hukumnya air ledeng/ pet
yang sudah kecampuran bahan kimia kaforit yang baunya dan rasanya sudah
berubah? Apakah sifat kemutlakannya masih tetap thohir muthohir.
Jawab: tidak ada
jawabannya
Dasar Pengambilan:
- Hamisy al-bajuri, I : 31
Terjemah:
Dan air yang berubah, artinya macamnya air yang berubah
salah satu sifat-sifatnya dengan suatu suci yang mencampurinya dengan perubahan
yang dapat menghalangi kemutlakan
namanya air itu dinamakan air suci tapi tidak mensucikan.
- Al-bajuri, I : 31
[1] Lengkapnya dalam maktabah as-syamilah, 31 : 216. Tuhfa muhtaj
syarah minhaj
[2] Lengakapnya( I. T ) di maktabah syamilah spt diatas, II : 70
[3] Lengkapnya di maktabah as-syamilah, ( M.M ). VI : 226
[4] Lengkapnya di maktabah syamilah, (I T) , III : 336
[5] Di maktabah syamilah, (I T), III : 170
[6] Lengkapnya di maktabah syamilah, (Tuhfatu muhtaj syarah minhaj) 43 : 462
Hal ini terbatas pada kondisi darurat, supaya tidak
terjadi keberanian melakukan pembohongan. Dalam pengertian tersebut di atas
banyak sekali hadis-hadis yang menceritakan. Tauban berkata : berbohong
semuanya adalh berdosa, kecuali berbohong yang memberi kemanfaatan kepada orang
Islam atau menolak bahaya.
2.
Al-Ihya'
Ulumu Al-Dien III : 147
وعن النواس
بن سمعا الكلاب قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم. مالى أراكم تتهافتون فى
الكذب تهافت الفراش فى النار؟ كل الكذب يكتب على ابن آدم لا محالة الاّ ان يكذّب
الرّجل فى الحرب فإنّ الحرب خدعة او يكون بين الرّجلين شحناء فيصلح بينهما او يحدث
امرأته يرضيها.
Terjemah :
Diriwayatkan dari An-Nawwas bin Sama' Al-Killab, ia berkata :
Rasulullah SAW besabda : apa bagi saya melihat kalian semua sama melontarkan
kata-kata bohong seperti melemparkannya semut ke arah api? Semua nohong ditulis
membahayakan (jelek) bagi anak adam, kecuali berbohongnya seorang laki-laki
dalam berperang, sesungguhnya berperang adalah tipuan. Atau berbohong diantara
dua laki-laki yang bertengkar, kemudian dapat mendamaikan keduanya (dengan
berbohong) atau menasehat istrinya agar ia ridho.
3.
Irsyadul
Ibad hal : 71
(تنبيه)
الكذب عند أهل السنة وهو الإخبار بالشيئ على خلاف ما هو عليه سواء أعلم ذلك وتعمّد
أملا، وأمّا العلم والتّعمّد فإنّما هما شرطان للإثم (واعلم) أنّه قد يباح وقد
يجب، فالضابط أنّ كلّ مقصود محمود يمكن التّوصّل إليه بالكذب وحده فمباح إن أبيح
تحصيل ذلك المقصود، وواجب إن وجب تحصيل ذلك كما لو رأى معصوما اختفى من ظالم يريد
قتله أو إيذاءه.....الخ
Terjemah :
(peringatan) Bohong menurut ahli sunnah ialah mengabarkan sesuatu
tidak sesuai dengan kenyataan, baik ia mengetahui, dan sengaja atau tidak.
Mengetahui dan sengaja itu menjadi syarat keduanya terhadap dosa (bila
diterjang). Perlu diketahui : setiap
berbohong yang betujuan terpuji, dan bisa mencapainya itu dengan jujur atau
bohong, maka bohong di situ haram hukumnya, namun bila mencapai tujuan itu
hanya bisa dengan jalan membohongi, maka bohong di situ boleh bila yang dituju
hal yang boleh (mubah) dan bohong bisa menjadi wajib bila yang dituju itu hal
yang wajib. Seperti ia mengetahui orang yang baik dan sedang bersembunyi dari
orang dzolim atau ingin membunuhnya, kemudian ia membohonginya, itu adalah
wajib.
Mas'alah
:
Bagaimana
hukumnya seseorang yang berhutang uang dengan memberikan tanggungan sebidang
tanah, yang hasil tanah tersebut diambil oleh orang yang memberi hutang. Selam
hutang tersebut belum dilunasi, maka tanah tersebut masih dikelola oleh pemilik
uang dan hasilnya tetap diambil olehnya ?
Jawab
:
Hukumnya
haram, karena tersebut menghutangi yang bertujuan mengambil kemanfaatan, akan
tetapi apabila syarat mengambil keuntungan hasil tanah itu tidak dimasukkan
dalam aqad (Shulbi Al-Aqdi)
Dasar
pengambilan :
- I'anatu Al-Tholibin III : 56
(قوله
ومن الرّبا بالقرض) اى ومن ربا القرض وهو
كل قرض جر نفعا للمقرض غير نحو رهن لكن لا يحرم عندنا الاّ اذا شُرِطَ فى عقد.
Terjemah :
(perkataan penyusun Fathu Al-Mu'in) : termasuk riba Qordhu) artinya
: termasuk riba Qordhu yaitu setiap hutang yang menarik keuntungan bagi yang
menghutangi selain gadai. Tetapi menurut kita (golongan Syafi'iyah) tidak haram,
kecuali jika disyaratkan pada waktu aqad (maka itu haram).
- Hasyiyah Jamal 'Ala Syarhil Minhaj III : 75
والحاصل فى
كلامهم انّ كلّ شرط مناف لمقتضى العقد انّما يبطله اذا وقع فى صلب العقد او بعده
وقبل لزومه بخلاف ما لو تقدّم عليه ولو فى مجلسه.
Terjemah :
Kesimpulan dari pembicaraan ahli fiqih : setiap syarat yang
mematikan pada muqtadlol Aqdi (kondisinya Aqid) itu bisa batal jika syarat itu
terjadi dalam transaksi atau setelah aqad tapi belum ketetapan lain halnya jika
syarat lebih dahulu meskipun dalam satu majlis.
- Bughyatul Mustarsyidin : 176
(مسئلة
ب) مذهب الشافعى انّ مجرّد الكتابة فى سائر العقود والاخبارات والانشئات ليس بحجّة
شرعيّة.
Terjemah :
(masalah B) Madzhab Imam Syafi'i : bahwa hanya dengan tulisan pada
semua aqad dan berita-berita dan anjuran (Insya') tidak dapat dijadikan
satu-satunya alasan menurut syariat.
Mas'alah
:
Menurut
keterangan kitab tauhid Al Hushunu Al Hamidiyah hal 50 : "Adapun penyakit
yang boleh menghinggapi para Rasul, yang dengan penyakit itu lalu para manusia
sama menyingkir karena jijik dan lain sebagainya, maka itu muhal terjadinya
bagi para Rasul. Penyakit tersebut semacam gila, jatuh pingsan, lepra/kusta,
buta. Adapun penyakit yang diderita oleh Nabi Ayyub AS itu adalah penyakit
kulit (exem) yang tidak menyebabkan larinya umat dari sisi beliau. Sedang
cerita yang terkenal yang menyebabkan larinya umat dari sisi beliau, itu semua
batal. Apakah penyakit yang menimpa Nabi Ayyub AS sebagaimana yang diceritakan
dalam dalam kitab 1. Durrotunnasikhin hal 194, dan Aroisul Majalis hal 138, itu
masih termasuk sift jaiz bagi Rasul dan bukan sebagai keterangan kitab Aqidatul
Awam :
وجائز فى
حقهم من عرض بغير نقص كخفيف المرض
Jawab
:
Penyakit
tersebut tidak menyebabkan larinya umat dari taat beliau, dan masih termasuk
dalam keterangan kitab Aqidatul Awam di atas
Dasar
pengambilan :
- Asnal Madtolib, hal 278, 279
وقصّة
سيّدنا أيوب عليه السّلام وانّ الله سلّط عليه إبليس فنفح عليه فأصابه الجذام حتى
تناثرت الدّود من بدنه...الخ من المنفرات طبعا كلّ ذلك زور كذب وافتراء محض ولا
عين بمن نقل وإن كان من الأجِلاّء حيث فى كتاب وسنة رسوله ولا من طريق ضعيف ولا
واه، بل هو مجرّد نقل بغير سند.
Terjemah :
Cerita Nabi Ayyub AS. Sesungguhnya Allah SWT menguasakan kepada
iblis atas diri Ayyub AS, kemudian iblis meniupnya lalu Ayyub AS kena penyakit
jusam (kusam) sampai set (ulat kulit) sama berjatuhan dari badannya ...dst...
termasuk yang menggiriskan menurut hal kebiasaan. Hal itu semua bohong dan
mengada-ada dan tidak melihat orang yang menukil, walaupun dari golongan
terkemuka. Tidak ada dalam kitab atau sunnah Rasul, dan tidak ada pula dari
jalan yang Dho'if dan lemah. Bahkan cerita itu hanya mengambil pendapat tanpa
ada sanadnya.
- Tuhfatul Murid Syarah Jauharut Tauhid
- Al Jami'u Al Ahkamu Al Qur'an oleh Al Qurtubi XV / 340
- Fatawi Kubro
KEPUTUSAN BAHTSUL MASAIL SYURIYAH
NU WILAYAH JAWA TIMUR
DI PP MAMBA'UL MA'ARIF DENANYAR
JOMBANG
TGL 29 DHULHIJJAH – 2 MUHAROM / 6 – 8
OKTOBER 1983
Mas'alah
:
Apakah
kata-kata mushola dalam kitab-kitab fiqih boleh diartikan masjid ?
Jawab
:
Muhola/
langgar sebagaimana yang berlaku di Indonesia pada umumnya, tidak bisa
dihukumi masjid, selama tidak dinyatakan sebagai masjid, walaupun diniyatkan
sebagai waqof.
Dasar
pengambilan :
- Al Sarqowi I / 448
فى المسجد
وهو ما وقفه الواقف مسجدا لا رلاطا ولا مدرسة
Terjemah :
Masjid adalah suatu tempat yang telah diwaqofkan untuk menjadi
masjid bukan pondok atau madrasah.
- At Tuhfah III / 223
وخرج
بالمسجد مصلى العيد وما بنى فى أرض مستأجرة على صورة المسجد وأذن بانيه فى الصلاة
فيه.
Terjemah :
Bukan termasuk masjid adalah : tempat sholat hari raya dan sesuatu
yang dibangun di atas tanah persewaan dengan model bangunan masjid dan
pendirinya / pembangunnya mengizini untuk dibuat sholat di situ.
- Bughyatul Mustarsyidin : 6
فلو رأينا
محلا مهيّأ للصّلاة ولم يتواتر بين الناس أنّه مسجد لم يجب التزام أحكام المسجديّة
فيه.
Terjemah :
Jika kita melihat tempat yang diperuntukkan untuk sholat, dan
manusia tidak sama menganggap kalau hal itu tadi masjid, maka tidak bisa
ditetapkan sebagai masjid.
- I'anatu Al Tholibin IV / 161
ووقفته
للصّلاة أى اذا قال الواقف وقفت هذا المكان للصّلاة فهو صريح فى مطلق الوقفيّة
وكناية فى خصوص المسجديّة فلا بدّ من نيّتها فان نوى المسجديّة صار مسجدا وإلاّ
صار وقفا على الصّلاة فقط ولم يكن مسجدا كالمدرسة.
Terjemah :
Dan saya waqafkan tempat ini untuk sholat : artinya ketika orang
yang waqaf mengatakan : saya mewaqafkan tempat ini untuk sholat, maka itu kata yang
shorih (jelas) untuk waqaf secara umum. Kalau kemudian dikhususkan untuk masjid
itu masih kata kinayah, maka harus ada niat. Jika orang yang waqaf niat dibuat
masjid, maka itu menjadi masjid dan jika tidak diniati jadi masjid maka itu
menjadi waqafan untuk sholat saja bukan masjid seperti madrasah.
Mas'alah
:
Bolehkah
memperagakan sholat khouf, sholat istisqo' umpamanya di dalam acara latihan dan
sebagainya ? apakah tidak termasuk mempermainkan ibadah?
Jawab
:
Memperagakan
sholat khouf dan sebagainya apabila dimaksudkan untuk ta'lim atau sesamanya,
hukumnya boleh dan tidak termasuk mempermainkan ibadah.
Dasar
pengambilan :
- Al Manhalul 'Adzbul Maurud Syarah Sunan Abi Dawud II / 283
عن ابن
عبّاس قال رسول الله صلى الله عليه وسلم أمّنى جبريل عليه السّلام عند البيت
مرّتين فصلّى بى الظّهر حين زالت الشّمس وكانت قدر الشراك، وصلّى بى العصر حين كان
ظلّه مثله، وصلّى بى المغرب حين أفطر الصّائم، وصلّى بى العشاء حين غاب الشّفق،
وصلّى بى الفجر حين حرّم الطّعام والشّراب على الصّائم...الحديث (رواه أبو داود فى
سننه) وفى شرحه المنهل العذاب المورود فى شرح سنن أبى داود ج 282 ما نصّه:
...وظاهره
صحّة الاقتداء بالمقتدى لأنّ الصحابة لم يشاهدوا جبريل وإلاّ نقل ذلك، والأظهر
دفعه بَأَنَ إمامة حبريل لم تكن على حقيقته بل على النسبة الجاريّة من دلالته
بالإيماء والإشارة إلى كيفية أداء الأركان وكميّتها كما يقع لبعض المعلّمين حيث لم
يكونوا فى الصّلاة ويعلّمون غيرهم بالإشارة القولية:
Terjemah :
Dari Ibnu Abbas ia berkata,
Rasulullah SAW bersabda : Jibril AS mengimami saya dua kali di rumah, ia sholat
dzuhur dengan saya ketika matahari sudah bergeser ke arah barat
- Jamal Fathul Wahab I / 55
لو تطّهر
عن حدث أو لعبادة لتلاعبها...الخ قونه عن حدث أو لعبادة بأن قصد رفع الحدث أو
التعبّدَ به كغسل الجمعة. فظهر من قوله لتلاعبها انّ حدثها لا يرتفع وتعبّدها
بالغسل لا يصحّ فى حالة الحيض وعبارة م (وممّا يحرم عليها الطّهارة عن الحدث بقصد
التعبّد مع علمها بالحرمة لتلاعبها فالعبادة لا تصير عبادة الاّ بنيّة العبادة).
Terjemah :
ولو أذّن
قبل الوقت بنيّته حرم ذلك عليه لأنّه متعاط عبادة فاسدة (قوله لأنّه متعاط عبادة
فاسدة) وقضية قول الشّارح قبل ولو أذن قبل الوقت حُرِمَ أن ينال هنا بالتّحريم حيث
أذن بنيّته أى وإن أذن لا بنيّته فلا يحرم انتهى.
Mas’alah :
Bolehkah mengambil air jeding untuk berobat atau
lainnya ?
Jawab :
Mengambil air jeding masjid untuk berobat atau lainnya
itu boleh apabila bahwa air tersebut disediakan untuk kepentingan-kepentingan
yang tidak terbatas (Ta’minul intifa’)
Dasar pengambilan :
- I’anatu Al Tholibin III / 171, 172
سئل
العلامة الطنبداوى عن الجراب والجرار التى عند المسجد فيها الماء إذا لم يعلم
أنّها موقوفة للشّرب أو الوضوء أو الغسل الواجب أو المسنون أو غسل النجاسة. فأجاب
أنّه إذا دلّت قرينة على أنّ الماء موضوع لتعليم الانتفاع جاز ما ذكر من الشّرب
وغسل النّجاسة وغسل الجنابة وغيرها. ومثال القرينة جريان النّاس على تعميم
الانتفاع بالماء بغسل وشرب و وضوء وغسل نجاسة، فمثل هذا إنتفاع ينال بالجواز 51.
Terjemah :
Al Alamah Syekh
Thombadawi ditanya tentang jirobi dan jiror (tempat persediaan air) yang ada di
dekat masjid, da di situ ada airnya yang tidak jelas status pewakafan air, baik
untuk diminum atau untuk wudlu, atau untuk mandi wajib / sunnah, atau membasuh
najis. Beliau menjawab : seseungguhnya apabila ada qorinah (tanda-tanda) bahwa
air iru disediakan untuk kemanfaatan umum, maka boleh menggunakannya untuk
semua kepentingan di atas, yaitu untuk minum, membasuh najis, mandi junub dan
lain-lainnya. Contoh ada qorinah (tanda-tanda) terbiasanya manusia dalam
menggunakan air tersebut untuk kemanfaatan secara umum, dengan dipakai untuk
mandi, untuk minum, untuk wudlu, dan untuk membasuh najis. Contoh pemanfaatan
air digunakan seperti di atas adalah boleh.
- I’anatu Al Tholibin I / 55
- Al Fatawi Ak Kubro III / 266
Mas’alah :
Seorang muslim mempunyai isteri kristen, dimana
perkawinannya dilakukan dua kali, pertama secara islam dan kedua secara
kristen.
Bagaimana hukumnya pernikahan semacam itu ?
Dan bagaimana kedudukan anak mereka dari hasil
perkawinan tersebut ?
Jawab :
Tidak sah perkawinan seorang islam dengan perempuan
kristen yang tidak diketahui masuknya orang tua dalam agama sebelum diutus Nabi
Muhammad SAW, jika perempuan itu masuk islam dalam aqad nikah pertama, maka
menjadi murtad dengan aqad nikah kedua sebelum dukhul (bersetubuh) sehingga
aqad nikah pertama menjadi batal. Adapun anaknya tidak bisa ilhaq kepada lelaki
tersebut.
Dasar pengambilan :
- I’anatu Al Tholibin III / 296
(تنبيه)
اعلم أنّه يشترط أيضا فى المنكوحة كونها مسلمة أو كتابية خالصة، ذميّة كانت أو
حربيّة، فيحلّ مع الكراهة نكاح الإسرائيليّة بشرط أن يعلم دخول أوّل آبائها فى ذلك
الدّين بعد بعثة عيسى عليه السّلام وإن علم دخوله فيه بعد التّحريف. ونكاح غيرها
بشرط أن يعلم دخول آبائها فيه قبلها ولو بعد التّحريف أن تجنّبوا المحرّف. ولو
أسلم كتابى وتحته كتابيّة دام نكاحه وإن كان قبل الدّخول أو وثنىّ وتحته وثنيّة
فتخلّفت قبل الدّخول تنجزت الفرقة أو بعده وأسلمت فى العدّة دام نكاحه، وإلاّ
فالفرقة من إسلامه.
Terjemah :
(peringatan) Perlu
diketahui menjadi syarat pula bagi perempuan yang dinikahi adalah islam, atau
kafir kitabi yang mencerai, baik dari
kafir dzimy maupun kafir harby. Maka halal dan makruh menikahi perempuan
isroiliyah denga syarat tidak diketahui masuknya bapak-bapaknya pada agama
tersebut setelah ada perubahan. Dan halal nikah selain isroiliyah dengan
syarat, diketahuinya masuknya orang tua pada agamanya sebelum diutusnya Nabi Isa AS.
Meskipun setelah dirubah jika dia mengetahui perubahan tersebut.
Apabila orang kafir
kitabi masuk islam dan ia punya istri yang berstatus kafir kitabi, maka
nikahnya masih tetap (sah dan tidak putus), meskipun masuknya Islam dia sebelum
dukhul (bersetubuh), atau apabila ada orang kafir wasani masuk Islam, dan
istrinya masih kafir wasani, dan perpisahan itu sebelum dukhul (bersetubuh)
maka perceraian itu terjadi (denga perbedaan agama), atau pisahnya setelah
dukhul namun si istri masuk Islam dalam masa iddah maka masih tetap sah
nikahnya, kalau tidak masuk Islam, maka batal nikahnya (cerai) itu sejaksuami
masuk islam.
- Al Muhadzab II / 44
و من دخل دين اليهود
والنّصارى بعد التّبديل لا يجوز للمسلم أن ينكح حرائرهم.
Terjemah :
Barang siapa masuk agama
yahudi dan nasrani setelah kitabnya diganti, maka bagi orang Islam tidak boleh
menikahi mereka (mesikpun sudah dimerdekakan)
- Fathu Al Wahab II / 64
وردّة من
الزّوجين أو أحدهما قبل دخول وما فى معناه من استدخال منّى تنجز فرقة بينهما لعدم
تأكّد النّكاح بالدّخول أو فى معناه. وبعده توقفها، فإن جمعهما إسلام فى العدّة
دام نكاح بينهما لتأكّده بما ذكر وإلا فالفرقة بينهما حاصلة من حين الرّدّة منهما
أو من أحدهما.
Terjemah :
Dan murtad dari kedua
suami istri, atau salah satunya sebelum dukhul (bersetubuh) dan dengan
pengertian dukhul yaitu , memasukkan
mani sang suami pada vagina istri. Maka hal itu akan terjadi erat antara
keduanya. Karena nikah tidak dapat dikuatkan dengan dukhul (bersetubuh) atau
sesamanya.
Seansainya dalam masa
iddah keduanya kumpul bersama dalam Islam (sama-sama masuk Islam) maka menjadi
kekal pernikahan keduanya (tidak terjadi perceraian) karena kekuatan nikah ada
pada kesamaan agama. Kalau tidak bisa kumpul dalam satu agama, maka perceraian
terjadi sejak dia murtad keduanyan atau salah satunya.
- Bujairomi IV / 202
فرع:
المرتد إن انعقد قبل الرّدّة أو فيها وأحد أصوله مسلم فمسلم تبعا له، والإسلام
يعلو، أو أحد أصوله مرتدّ فمرتدّ تبعا لا مسلم كافر.
Terjemah :
(far’un) orang murtad
jika kejadiannya sebelumnya murtad ada pada waktu murtad dan salah satu orang
tuanya Islammaka ia dihukumi Islam, karena mengikuti orang tuanya. Dan Islam
adalah tinggi (di Atas). Atau salah satu antara orang tuanya murtad, maka ia
dihukumi murtad karena mengikuti oarang tuanya. Bukan Islam dan bukan kafir.
Mas’alah :
Bagaimana hukumnya orang Islam menjual / melayani
makanan minuman kepada orang-oarang yang tidak puasa pada siang hari Romadhon ?
Jawab :
Haram, sebab terdapat unsur membantu maksiat. Demikian
itu kalau diketahui bahwa oarang tersebut akan makan pada waktu siangnya, atau
ada tanda yang menunjukkan bahwa orang tersebut tidak berpuasa tanpa ada udzur.
Dasar pengambilan :
- I’anatu Al Tholibin III / 24
وكإطعام
مسلم مكلّف كافرا مكلّفا فى نهار رمضان: وبيعه طعاما علم أو ظنّ أنّه يأكله نهارا.
Terjemah :
Dan seperti memberi makan
bagi orang Islam yang mukalaf kepada orang kafir di hari siang bulan Ramadhan
(itu haram) dan menjual makanan yang diketahui atau diperkirakan pembelinya
atau makan di siang hari bulan Ramadhan (itu juga haram).
- Al Syarqowi II / 14
ويعلم ذلك
كما قاله: وحرمة إطعام مسلم كافرا مكلّفا فى نهار رمضان وكذا بيعه طعاما عُلِمَ أو
ظنّ أنّه يأكله نهارا لأنّه تسبّب فى المعصية وإعانة عليها بناء للقول الرّاجح فى
تكليف الكفّار بفروع الشّرعيّة.
Terjemah :
Dan sudah maklum hal tersebut apa yang
dikatakan, yaitu : haram bagi orang Islam memberi makanan di siang hari bulan
Ramadhan kepada orang kafir (orang tidak berpuasa). Begitu juga haram menjual
makanan yang diketahui atau diperkirakan bahwa pembeli akan makan di siang hari
pada bulan Ramadhan, karena itu menjadi sebabnya maksiat dan menolong pada
maksiat. Berpedoman pada qoul rojah tentang taklifnya orang kafir dengan
cabangan syariat.
- An Nihayah III / 55
- Mirqotussu’ud : 81
Mas’alah :
Melakukan umroh sebelum syawal, kemudia sekaligus
melakukan ibadah haji pada tahun itu juga apakah termasuk haji tamatu’ yang ?
Jawab :
Termasuk haji tamatu’ yang tidak wajib dam.
Dasar pengambilan :
- Nihayatu Al Muhtaj III / 316
وإن تقع
عمرته فى أشهر الحجّ من سنته أى الحج، فلو وقعت قبل أشهر الحج وأتمّها فيها لم
يلزمه دم لعدم جمعه بينهما فى وقت الحجّ.
Terjemah :
Jika terjadi umroh di
bulan-bulan haji pada tahunnya (haji). Seandainya terjadi umroh sebelum bulan
haji dan kemudian disempurnakan pada bulan haji, kemudian ia melakukan haji,
maka baginya tidak wajib dam (denda) karena ia tidak mengumpulkan keduanya
dalam waktu haji
- Al Syarqowi I / 465
فلو اعتمر
قبل أشهره أو فيها وحجّ فى عام قابل فلا دمَّ عليه لأنّه لم يجمع بينها فى الأولى.
Terjemah :
Jika seseorang berumroh
sebelum bulannya atau di dalam bulannya kemudian ia haji pada tahun berikutnya
(yang akan datang) maka baginya tidak wajib dam. Karena ia tidak mengumpulkan
keduanya di tahun pertama.
- Busyrol Karim 109
فإن أحرم بها فى غير
أشهره ثمّ أتمّها ولو فى أشهره ثمّ حجّ فى سنته لم يلزمه دمّ لإنّه لم يجمع بينهما
وقت الحجّ فأشبه المفرد.
Terjemah :
Jika seseorang ihom umroh
pada selain bulan haji, kemudian ia menyempurnakannya walau pada bula haji,
kemudian ia haji pada tahun haji, maka ia tidak wajib membayar dam, karena ia
tidak mengumpulkan antara keduanya dalam waktu haji, sehingga menyerupai haji
ifrod.
- AL Fiqh Alal Madzhabil Arba’ah I / 189
Mas’alah :
Apakah petani cengkeh, tembakau, karet dan lain-lain
tanaman yang tidak termasuk bahan makanan pokok waktu ikhtiyar itu wajib zakat,
karena dianggap barang dagangan ?
Jawab :
Tidak wajib zakat menurut madzhab Imam Syafi’I, kecuali
kalau tanah dan bibitnya dari bahan dagangan dan tidak niat diperdagangan. Akan
tetapi kalau kita bertaqlid pada Madzhab Hanafi, maka wajib zakat secara
mutlak.
Dasar pengambilan :
- Tuhfatul Muhtaj III / 295
نعم لو كان كلّ من
الأرض والبذر الّذى زرع هو فيها أرض تجارة كأن اشترى كلّ منهما بمتاع التّجارة أو
بنيّة التّجارة كان منه مال التّجارة تجب الزّكاة بشرطها كما يأتى عن العناب وغيره
إلى أن قال وأمّا إذا كان أحدهما للقنية فلا يكون النّابت حينئذ مال التجارة.
Terjemah :
Betul jika sesuatu dari
bumi dan biji yang ditanam pada bumi itu untuk berdagang, seperti setiap satu
dari keduanya dibeli dengan harta perdagangan maka yang tumbuh darinya menjadi
harta perdagangan yang wajib mengeluarkan zakan dengan syarat-syaratnya seperti
yang akan datang dari Al Ubbab dan lainnya. Sampai dengan kata-kata: adapun
jika salah satu keduanya untuk qinayah (murni bukan untuk dagang) maka segala
yang tumbuh bukan dinamakan perdagangan
- Al Muhadzab I / 159
ولا يصير العرض
للتّجارة إلاّ بشرطين أحدهما أن يملكه بعقد يجب فيه العوض كالبيع والاجارة
والنّكاح والخلع. والثّانى أن ينوى عند ......أن يتملّكه للتّجارة إنتهى.
Terjemah
:
Tidak
secara otomatis harta menjadi harta perdagangan kecuali dengan dua syarat :
Satu
cara pemilikan dengan aqad (transaksi) yang ada iwad (pengganti) seperti
persewaan, jual beli, nikah dan
- Al Itsmidul Ainain 48
مسألة: أفاد أيضا أن
مذهب أبى حنيفة وجوب الزّكاة فى كلّ ما خرج من الأرض إلاّ حطبا أو قصبا أو حشيشا
ولا يعتبر نصابا. وعند.....أحمد فيما يؤكل أو يوزن أو يدّخر للقوت ولا بدّ من
النّصاب عند مالك كالشافعى.
KEPUTUSAN BAHTSUL MASAIL SYURIYAH
NU WILAYAH JAWA TIMUR
DI PP ZAINUL HASAN GENGGONG
KRAKSAAN
TGL 27 S/D 29 JULI 1984
Mas’alah :
Kalau ada kapal yang punya anak seratus orang muslimin
ditugaskan berlaya selama sebelas bulan misalnya. Apakah mereka wajib iqomatul
jum’ah di dalam kapal tersebut ? apakah sah ?
Jawab :
Tidak wajib iqomatu jum’ah. Dan apabila melaksanakannya
tidak sah dan tidak khilaf (perbedaan pendapat) di antara Imam Madzhab empat.
Dasar pengambilan :
- AL Mizan Al Kubro I
ومن ذلك قول الشافعي
لا تصحّ الجمعة إلا فى أبنية يستوطنها من تنعقد بهم الجمعة مع قول بعضهم لا تصحّ
الجمعة إلاّ فى قرية اتّصلت بيوتها ولها مسجد وسوق مع قول أبى حنيفة إنّّ جمعة لا
تصحّ إلاّ فى مصر لهم سلطان.
Terjemah :
Termasuk hal tersebut
adalah pendapat Imam Syafi’i yaitu : tidak sah jum’atan kecuali bagi orang yang
menetap (berumah tangga) pada suatu bangunan dan dianggap sah mereka untuk
memenuhi syarat jum’ah. Juga pendapat sebagaian ulama’ yaitu : tidak sah
jum’atan kecuali dala suatu desa yang rumahnya berdekatan dan ada masjid, dan
pasar di desa itu. Juga pendapat Abu Hanifah yang mengatakan : seseungguhnya
jum’atan tidak sah kecuali di suatu kota
yang punya kepala negara.
- Hamisy Al Qulyuby I / 672
ولو لم يلازمه أبدا
بأن انتقلوا عنه فى الشتاء أو غيره فلا جمعة عليهم جزما ولا تصحّ منهم فى موضعهم.
Terjemah :
Meskipun mereka tidak
menetap selamanya, seperti halnya, mereka berpindah dari tempatnya pada waktu
musim hujan atau lainnya, maka bagi mereka tidak wajib jum’atan, dan tidak sah
mereka melakukan jum’atan di tempat mereka.
- Adalah Dien Wal Haj 58
اجتمعت الأئمة على أنّ
المسافر لا تجب عليه الجمعة إلاّ إذا نوى الإقامة أربعة أياّم تامّة، وإنّها لا
تصحّ إلاّ فى دار الإقامة، وعلى ذلك فلا تصحّ صلاة الجمعة فى الباخرة ولا فى غرفة
لأنّهما ليسا بدار الإقامة.
Terjemah :
Telah sepakat beberapa
Imam bahwa, musafir (orang yang bepergian) tidak wajib baginya jum’atan.
Kecuali bila ia niat bermukim selama empat hari penuh. Dan jum’atannya juga
tidak sah, kecuali di daerah pemukiman. Dengan demikian tidak sah jum’atan
dilakukan di kapal laut dan di kamar-kamaran, karena keduanya bukan termasuk
bagian dari desa pemukiman.
Mas’alah :
Masih hidupkah Nabi Khidlir itu ? dan bagaimana orang
yang mengaku bertemu dengan Nabi Khidlir ? padahal di dalam Al Qur’an ada ayat
:
وما جعلنا لبشر من
فلبك الخلد
Jawab :
Tentang masih hidup dan matinya Nabi Khidlir AS
terdapat perbedaan pendapat, akan tetapi kebanyakanUlama’ menyatakan masih
hidup. Adapun kemungkinan bertemu dengan Nabi Khidlir AS itu bisa saja terjadi.
Dasar pengambilan :
- Tafsir Al Khozin III / 209
واختلف العلماء فى أنّ
الخضر، أحيّ أم ميّت، وقيل إنّه حيّ وهو قول الأكثرين من العلماء، وهو متفق عليه
عند مشايخ الصوفية وأهل الصلاح والمعرفة. والحكاية فى رؤيته والإجتماع به و وجوده
فى المواضع الشريفة و مواطن الخير أكثر من أن تحصى.
Terjemah :
Terjadi perselisihan di
antar para Ulama’ apakah Nabi Khidlir masih hidup atau sudah mati ? dikatakan
bahwa Nabi Khidlir masih hidup dan itu perkataan / pendapat kebanyakan para
Ulama’. Dan itu merupakan kesepakatan bagi para guru-guru sufi (ahli tasawuf)
dan ahli kebaikan serta ahli ma’rifat. Dan juga cerita tentang terlihatnya Nabi
Khidlir dan berkumpulnya. Dan masih nampak pada tempat-tempat yang mulya dan
tempat-tempat baik yang banyak tidak terhitung.
- Tafsir Munir II / 370
(وما جعلنا لبشر من قبلك الخلد) البقاء فى
الدنيا (أفإن مُتّ) يا أشرف الخلق (فهم خالدون) فى الدنيا أي إن مُتّ أنت يا خاطم
الرسل أفى يبقى هؤلاء حتّى سيموت بموتك. ومثاله ما فى الصاوى ج 1 ص.
Terjemah :
Dan saya tidak menjadikan
manusia sebelum kamu (Muhammad) yang kekal di dunia, adakalanya kamu mati,
wahai lebih mulya makhluk, mereka adalah kekal di dunia, artinya : jika kamu
mati wahai Rasul terakhir apakah mereka kekal ? sampai mau mati dengan matimu.
Mas’alah :
Bagaimanakah hukumnya laki-laki yang memakai sarung tenun
yang seratus persen terdiri dari benang sutera. Dan bagaimana pula sarung
lelaki tetapi dipakai oleh wanita. Apakah tidak termasuk tasyabuh bir rijal
(menyerupai orang laki-laki) ?
Jawab :
Orang laki-laki memakai sarung tenun (harir) seratus
persen hukumnya haram. Orang perempuan memakai sarung laki-laki tidak
sebaliknya, jika di daerah yang biasanya tidak khusus bagi laki-laki atau
perempuan dan tidak sampai berlagak laki-laki atau perempuan. Tidak haram.
Dasar pengambilan :
- Mughni Al Muhtaj I / 206
(فصل) يجكم على الرجل استعمال الحرير بفراش
وغيره إلى عن قال: ويحرم المركّب من إبريسم وغيره إن زاد ذلك الإبريسم، ويحلّ
عكسه، وكذا إن استوايا فى الأصحّ.
Terjemah :
(fasal) Haram bagi
laki-laki memaki sutera harir untuk alas atau selainnya … s/d … haram campuran
sutera ibrosim dan lainnya jika sutera ibrolsim lebih banyak, jika sebaliknya
(sutera ibrosim lebih sedikit) maka boleh. Begitu juga boleh bila sama menurut
yang ashoh.
- Fathu Al Wahab I / 82
حرم على الرجل استعمال
حرير ولو قزّا
Terjemah :
Haram bagi lelaki memakai
sutera harir meskipun berupa sutera quz
- Fathu Al Bari XII / 452
فأمّا هيئة اللباس
فتختلف باختلاف عادة كلّ ولد، فربّ قوم لا يفترق زيّ نسائهم من رجالهم فى اللبس
لكن تمتاز النساء بالإحتجاب والإستتار.
Terjemah :
Adapun kondisi / tingkah
pakaian berbeda dengan berbedanya kebiasaan setiap negara. Dan banyak sekali
orang yang tidak membedakan pakaian / hiasan perempuan dari laki-lakinya dalam
berpakaian, tetapi para wanita sama dibedakan dengan cara menutup atau
bersembunyi.
Mas’alah :
Al Ismu Al A’dzom yang sengaja ditulis dengan kalam
ajam (selain arab) di dinding-dinding masjid, mushola, kain-kain taplak meja,
sapu tangan, dan keset-keset kaki. Bagaimana hukumnya ? demikian pula plastik
dan pembungkus-pembungkus makanan yang bertuliskan lafadz Al Jalalah. Apakah
hal semacam itu termasuk menulis lafadz Al Jalalah tidak pada tempatnya ? dan
bagaimana hukumnya ?
Jawab :
Al Ismu Al A’dzom yang ditulis dengan kalam ajam (Al
Khotul ajam) di dinding-dinding masjid, kain-kain, itu boleh akan tetapi
makruh, kalau mengandung unsur ihanah.
Dasar pengambilan :
- I’anatu Al Tholibin I / 69
(قوله: ومدّ الرّجل للمصحف ما لم يكن على
مرتفع) بالرفع عطف على تمكين أيضا، أي ويحرم مدّ الرجل لما فيه من الإزدراء به.
وقال فى المغنى: ويحرم الوضع على فراس أو خشب نوقش بالقرآن كما فى الأنوار (جز 1
ص: 33) أو بشيئ من أسمائه تعالى.
Terjemah :
(dan memanjangkan kaki ke
arah mushaf, selama mushaf tidak berada pada tempat yang tinggi). Artinya :
haram memanjangkan kaki ke arah Al Qur’an (mushaf) karena hal itu ada unsur
merendahkan Al Qur’an. Dalam kitab Nughni dikatakan : haram menginjak alas
(kambal) atau kayu papan yang diukir dengan Al Qur’an seperti keterangan dalam
kitab Al Anwar, jilid 1 hal 33 atau diukir dengan sesuatu dari Asma, Allah SWT.
- Al Iqna’ I / 95
ويكره كتب القرآن على
حائط ولو لمسجد وسياب وطعام ونحو ذلك ويحرم المشي على فراش أو خشب نوقش بشيئ من
القرآن.
Terjemah :
Makruh menulis Al Qur’an
di tembok walaupun tembok masjid, pakaian dan makanan serta sesamanya. Dan
haram berjalan pada alas (lemek) atau papan yang diukir dengan sesuatu (lafadz)
Al Qur’an.
- Ahkamu Al Fuqoha’ III / 64
KEPUTUSAN BAHTSU AL MASAIL SYURIYAH
NU WILAYAH JAWA TIMUR
DI PP MAMBA’U AL MAARIF DENANYAR
JOMBANG
TGL 7 – 8 ROJAB 1405 / 29 – 30
MARET 1985
Mas’alah :
- Bolehkah dalam aqad pinjam (hutang) mensyaratkan persyaratan dikaitkan dengan jangka waktu pinjaman, sekedar untuk menyesuaikan dengan nilai mata uang, agar masing-masing pihak (yang hutang dan yang menghutangi) tidak merasa dirugikan >
- Kalau seseorang hutang dari orang lain berupa mata uang dolar misalnya dan membayarnya dengan uang rupiah, kurs manakah yang dipakai, kurs pada saat berhutang ataukah kurs pada saat membayarnya ?
Jawab :
- Perjanjian itu boleh, sedangkan syaratnya mukghah (tidak mempengaruhi hukum).
- Karena ternyata nilai mata uang itu berubah-ubah, maka ada perbedaan pendapat di antara para Ulama’ :
- Apabila nilai mata uang itu tetap (tidak merosot) maka harus dikembalikan sejumlah hutangnya.
- Apabila nilainya merosot, maka harus dikembalikan nilai hutangnya waktu membayarnya.
Dasar pengambilan :
- Fathu Al Wahab I / 192
أو شرط أن يردّ أنقص
قدرا أو صفة كردّ مكسّر عن صحيح أن يقرضه غيره أجلا بلا غرض صحيح أو به والمقترض
غير مليئ لغا الشرط فقط لا العقد لأنّ ما جرّه من المنفعة ليس للمقرض بل للمقترض
أو لهما والمقترض مكسر والعقد عقد عرفاق و وعده وعدا حسنا.
Terjemah :
Atau orang yang hutang
mensyaratkan untuk mengembalikan (benda) yang lebih rendah kualitasnya (kadar
atau sifatnya) seperti mengembalikan benda yang utuh. Atau (yang dihutangi)
menghutangkan kepada peminjam terhadap selain qordlu (aqad hutang). Atau
menghutangi dengan jangka waktu tanpa ada tujuan yang sah, atau ada tujuan yang
sah tetapi penghutang tidak mampu (tidak kaya pada wajtu yang ditentukan). Maka
hanya syaratnya yang mulghoh 9tidak terpakai). Nukan aqadnya (transaksinya
sah). Karena sesuatu yang mengambil keuntungan dalam transaksi tersebut, buka
untuk menghutangi, tetapi untuk penghutang. Atau (manfaat) kembali kepada
keduanya (penghutang dan yang dihutangi), tetapi penghutangnya miskin.
Transaksinya dinamakan transaksi pemberian kemanfaatan, seakan-akan orang yang
dihutangi menambah dalam memberikan kemanfaatan, dan janjinya dinamakan janji
yang baik.
- Bujairomi Ala Fathi Al Wahab II / 355
ومثال نقد الفلوس
الجديد وقد عمّت البلوى فى الديار المصرية فى غالب الأزمنة فحيث كان لذلك قيمة أي
غير تافهة ردّ مثله والارد قيمته باعتبار أقرب وقت إلى وقت المطالبة له فيه قيمة.
Terjemah :
Disamakan dengan NUQUD
aialah FULUS (uang logam) yang baru. Dan telah umum kondisi di daerah Misriyah
dalam umumnya masa (zaman). Sekira hal tersebut ada nilainya, artinya tidak
berubah, maka supaya dikembalikan sebesar nilainya. Dengan memperhitungkan
lebih dekat-dekatnya waktu, sampai waktunya menagih janji bagi penghutang dalam
mengembalikan senilai hutangnya.
- Tarsihu Al Mustarsyidin 233
ويجب على المقترض ردّ
المثل فى المثلى وهو النقد والحبوب ولو نقدا أبطله السلطان لأنّه أقرب إليّ حقّه
وردّ المثلي سورة فى المتقوّم وهو الحيوان والثياب والجواهر.
Terjemah :
Wajib bagi orang yang
hutang MISLY (benda yang ada sesamanya) untuk mengembalikan ALMISLU (benda yang
sama) yaitu : nuqud,, biji-bijian, meskipun berupa nuqud yang sudah direvisi
oleh penguasa negara (sulton), karena hal tersebut lebih mengarah kepada
haknya. Dan wajib mengembalikan ALMISLI SUROTAN (sesamanya bentuk) pada sesuatu
yang dihitung dengan nilai, yaitu hewan, pakaian dan perhiasan.
Mas’alah :
Kalau terjadi orang yang berpendirian : Hasib wajib
mengamalkan hisabnya dalam melakukan ibadah ternyata hitungannya mengenai waktu
wukuf tidak sama dengan apa yang sudah ditetapkan oleh pemerintah : “Al
Mamlukatu ‘Arobiyah Assa’udiyah” (misalnya menurut hitungan hisabnya, waktu
wukuf yang ditetapkan pemerintah Saudi itu jatuh tanggal 10 Dzulhijjah) tetapi
karena sudah menjadi ketetapan pemerintah, terpaksa dia ikut melaksanakan
wukuf, meskipun dalam hati dia tetap berkeyakinan bahwa hari wukuf itu adalah
10 Dzulhijjah, dahkah ibadah hajinya ?
Jawab :
Sah ibadah hajinya orang tersebut walaupun keyakinan
hisabnya bertentangan dengan pemerintah Saudi Arabia yang berpedoman
rukyat.
Dasar pengambilan :
1.
Bughyatu
Al Mustarsydin 110
نعم إن عارض الحساب
الرؤية فالعمل عليها لا عليه كل قول.
Terjemah :
Betul … Apabila hisab
bertentangan dengan rukyat maka yang dipakai adalah rukyat, bukan hisab,
menurut semua pendapat
2.
Hasyiyah
Al Idhoh hal 153
وله تردّد طويل فيما
إذا ظنّ بعض الحجّاج صدق الشهود هل له اعتياده أو يلزمه كما فى رمضان، وفيما لو
أخبره بالرؤية من يعتقد صدقه وفيما لو عرف الوقت بمقتضى الحساب وفيما لو رأى
الهلال خارج مكة ثمّ قدم فوجد أهلها رأوه على خلاف رؤيته والذى يظهر لي فى
ذلك.....فى غير الاخيرة مخيّر بين أن يعمل بمقتضى ظنّه وبين أن يخيف مع الناس
لأنّه على فرض الغلط يجزئ هنا بخلاف رمضان.
Terjemah :
Baginya ada keragu-raguan
yang panjang dalam suatu masalah, ketika jama’ah haji menyangga atas kejujuran
saksi, apakah baginya (sebagian jama’ah haji) diperbolehkan berpegangan kepada
(saksi) atau diharuskan? Seperti dalam bulan puasa?. Dan pula (dalam masalah)
bila ada orang yang diyakini kejujurannya mengabarkan kepadanya (sebagian
jama’ah haji) tentang rukyatul hilal. Dan (dlam masalah) jika dirinya
(sebagaian jama’ah haji) mengetahui waktu sesuai dengan hisab. Dan (dalam
masalah) jika dirinya melihat hilal di luar mekah, kemudian ia datang ke mekah
menemukan penduduk mekah melihat hilal bertentangan dengan rukyat dirinya. Maka
menurut pendapat yang jelas bagi saya (mushonif) dalam masalah-masalah tersebut
di atas, sesungguhnya bagi dirinya (sebagaian jama’ah haji), pada selain
masalah yang terakhir diperbolehkan memilih antara mengikuti persangkaan yang
ada pada dirinya, atau berorientasi pada manusia (selain dirinya). Karena
dirinya dalam masalah ini berada di posisi yang salah, lain halnya dengan
masalah puasa bulan Ramadhan.
Mas’alah :
Orang yang berternak ikan bandeng dengan tujuan setelah
tiba waktu panen ikan tersebut, ikan-ikan akan diambil dan dijual, hasil
penjualan akan dipakai untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari lazimnya orang
berumah tangga. Setelah sampau delapan bulan sejak berternak, maka ikan-ikannya
pun diambil dan dijual semuanya. Hasil penjualan mencapai uang senialai setengah
kilo gram emas dan dibelanjakan untuk kebutuhan hidup, sisanya senilai 50 gram
emas dibelikan bibit bandeng untuk diternakkan lagi dengan tujuan yang
seudah-sudah.
Baca Terusane Silahkan Komentar 1 komentar